Title : Sickness
Cast :
- Han
Dong Ae a.ka You
- Kwon
Ji Yong
- Choi
Seung Hyun
- Sandara
Park
Length : One shoot
Genre : Romance,
Hurt (little)
Author : Q.B
Disclaimer : Cerita ini sebagian terinspirasi
dari kisah hidup saya, beberapa dari film-film sad ending lainnya. Ide asli
dari pikiran dan batin (?) sedangkan tokoh memang milik Tuhan YME. Author saja
membuat ini benar-benar dalam perasaan sedih dan kacau. Semoga perasaan saya
dapat saya tuangkan dalam FF ini. Don’t plagiarism please…
Happy reading !!
Angin musim
gugur berhembus pelan. Daun-daun pun mulai berguguran dari pohonnya. Jatuh…
Terhempas entah kemana… lalu terinjak. Ya… sama sepertiku yang baru saja
terinjak oleh pemandangan menyakitkan ini. Aku berusaha menarik nafas panjang
dan menghembuskannya senyaman mungkin. Aku menguatkan perasaanku yang sedang
kacau. Mungkin jarang ada wanita yang sekuat diriku… Mungkin.
Aku berdiri diam
ditemani kesepian yang mengusikku. Aku tahu aku tidak sepenuhnya kesepian.
Hanya saja, aku memang sulit melampiaskan kesakitanku. Kakiku seolah lumpuh dan
mati rasa. Hanya bisa memegang kulit pohon yang tidak rata dengan kasar dan
tidak berbuat apa-apa.
Aku harus kuat !
yah… hanya kata-kata ini yang mungkin mampu membentengi ribuan ton air mata
yang berdesakan ingin keluar. Tidak ! Aku adalah wanita yang kuat ! Menangis
sama sekali bukan diriku. Aku berusaha menghentikan ini, tapi apa daya. Sekuat
apapun hati nuraniku mengatakan untuk berbalik, sama sekali tidak mampu
menggerakan kakiku.
Dua sejoli
sedang bermesraan didepanku. Kwon Ji Yong dan Sandara Park. Aku dengar mereka sudah
berpacaran selama setahun ini. Yah… mungkin ini memang tidak penting. Hanya
saja kebencian, kesakitan, atau apapun itu seolah-olah menusuk batinku. Aku
hanya mampu mengigiti bibir bawahku gemas.
Baik… kau bisa
mengatakan aku tukang iri, stalker kurang ajar atau semacamnya. Tapi siapa yang
kuat melihat cinta pertamamu bermesraan dengan wanita lain sementara perasaan
cinta untuknya masih bertahta di hatimu?
Cinta pertamaku
–Kwon Ji Yong- tidak pernah mencintaiku. Ya. Itu sudah jadi kenyataan yang
sudah lama. Hanya saja, aku sulit menerimanya. Aku ingat saat aku masih
berhubungan dengannya walaupun terlihat seperti pertemanan. Kwon Ji Yong adalah
teman semasa SMAku. Aku mencintainya pada pandangan pertama. Saat itu,
perkenalan kami biasa-biasa saja. Namun, acapkali dia selalu datang padaku.
Bercerita. Bermain. Belajar bersama. Saling menghibur. Pergi bersama. Sampai-sampai,
teman-teman terdekatku bergosip kalau aku dan Ji Yong sedang pacaran. Disisi
lain, aku senang atas pendapat itu.
Namun kenyataannya, Ji Yong tidak tahu atau memang tidak perduli padaku.
Pernah aku tidak
mau bersamanya supaya Ji Yong dapat waktu luang dan melakukan hal yang
menyenangkan. Setidaknya ia tidak perlu mendengar gosip berulang-ulang itu di
telinganya. Namun, ia tetap saja memaksa ingin denganku. Ji Yong bilang hanya
aku yang ada untuknya.
Tentu aku sangat
bahagia mendengarnya. Jantungku mendadak berdebar-debar. Tanganku dingin dalam
sekejap. Hingga suatu hari, menjelang kelulusan aku menyatakan cintaku padanya
karena perasaan ini memang sangat tidak bisa dipendam lagi. Aku terlalu
mencintainya, menggilainya,
sampai-sampai tiap malam mimpiku hanya dia saja. Yah… terserahlah.
Mungkin kau menganggapku murahan karena wanita dulu yang menyatakan cinta. Tapi
aku tidak bisa. Aku hanya ingin jujur terhadap diriku sendiri. Aku hanya perlu
mengatakan ini saja. Saat itu, aku sedikit yakin ia akan menerima perasaanku.
Aku berdebar-debar menunggu jawabannya.
“Dong Ae…”
“Aku sangat mennyukaimu,
Ji. Sejak kelas 1…”Lirihku saat itu. “Saat kamu bersamaku dan saat kau
bersikeras hanya bersamaku dan saat… kamu mengatakan hanya aku yang ada
untukmu, itu sangat membahagiakanku. Aku tidak bisa berhenti memikirkanmu.
Bahkan saat kamu sakit, aku sangat khawatir hingga bolos sekolah hanya untuk
menjengukmu. Seharusnya aku tidak perlu berlebihan seperti ini. Tapi, aku
benar-benar menyukaimu, Ji…”
Aku terdiam. Dia
juga terdiam. Aku memberanikan diri untuk menatap matanya. Terlihat ekspresi
seperti keberatan. Ah bukan… apa ia tidak senang padaku? Apa kata-kataku ada
yang salah?
“Ji…”
“Dong Ae, maaf.”
Ji Yong menggelengkan kepalanya. “Aku hanya menganggapmu sebatas adikku atau
sahabat. Tidak lebih dari itu.”
Seketika dadaku
sesak dan sakit. Air mata mendadak sudah menggenang di pelupuk mataku. “Wae?”
Ia tidak
menjawab. Sekejam itukah padaku?
“Wae? Wae?! Apa
aku bukan tipemu? Apa kau menyukai wanita lain?!!” Kataku setengah berteriak.
Walaupun begitu, entah siswa yang ada disekitar situ –agak jauh- tidak
memperhatikan atau mendengarkan suaraku. Bagus… tetaplah sibuk dengan urusan
sendiri.
“Bukan seperti
itu. Aku…” Ji Yong menatapku lalu memegang bahuku. “ Aku hanya menganggapmu
sebatas itu. Aku harap kamu mengerti. Dong Ae…”
Aku menepis
tangannya dari pundakku. Aku benar-benar sakit !
Aku berbalik
darinya. Namun, tangan Ji Yong menarik tanganku. “ Dong Ae, kumohon jangan
seperti ini. Kita tetap berteman kan?”
Bagus. Usahanya
membuat air mataku menetes. Deras. Teman? Dengan perasaan seperti ini? “ Ji,
kau kejam! Perasaan ini tidak akan pernah hilang. Kau jahat telah membuatku
mencintaimu. Kau jahat terus mendekatiku. Aku pikir kita punya rasa yang sama.
Dan kau…”
Aku menatapnya
tajam. Aku pikir dengan ini ia tahu seberapa besar sakit hatiku saat dia
mengatakan itu. “…Kau pikir setelah ini, aku bisa berteman denganmu?! Kau
kejam, Ji !”
Aku menarik
tanganku cepat. Lalu berlari meninggalkan dia. Aku menangis terisak-isak. 3 hari
aku mengurung diriku di kamar. Menangis sepuasku. Aku berharap air mata ini
dapat menghapus semua kenangan manis bersama Ji Yong. Tidak hanya itu. Semua
hal tentang Kwon Ji Yong.
Yah… itulah yang
terjadi 4 tahun lalu. Sekarang, masing-masing menjalani hidupnya masing-masing.
Aku berpikir alangkah senangnya aku tidak lagi bertemu dengannya. Namun aku
salah. Sekarang, didepanku, aku melihatnya lagi. Berbahagia dengan wanita yang
sekampus denganku. Sebagian dari batinku mengatakan semoga Ji Yong berbahagia
dengan Sandara Park. Namun, sebagian diriku merutuknya. Entah dia buta siapa
yang paling tulus menyayangi. Cukup. Aku ingin semua kesakitan yang berlalu
tidak menghantuiku lagi.
Tiba-tiba
lamunanku buyar karena seseorang menepuk bahuku. Ah… iya. Dia adalah masa
depanku.
“Seung Hyun
oppa…”
“Kau kemana
saja, chagi? Aku meneleponmu tapi kau tidak mengangkat. Ternyata kau disini.”
Katanya sambil tersenyum padaku.
Aku terbelalak.
Lalu cepat-cepat aku mengambil handphone di kantung celanaku. Kau bodoh, Dong Ae!!!
“M-mianhae,
oppa. Aku tidak tahu…”
“Sssst ….
Gwencanayo, chagi. Ah, ini untukmu.” Dia memberikan sebuket bunga mawar. Aku
menerimanya dan tersenyum.
“Chagi, kau
kenapa? Matamu… kau menangis?” kata Seung Hyun khawatir. Dia mengambil sapu
tangannya lalu mengusap air mataku dari wajahku.
“Ah… gwencana,
oppa.” Aku ikut mengusap airmataku. Spontan, aku memeluknya. Tidak sengaja
tanganku melepas buket bunga mawar kesukaanku yang kuterima darinya.
Aku memeluknya
erat. Aku bisa merasakan Seung Hyun memelukku balik dan mencium dahiku.
“Saranghae,
oppa” kataku sambil terisak-isak.
“Nado, chagi.”
Katanya lembut. “Jangan menangis, chagi. Ayo kita pergi. Aku mau ke rumah
orangtuamu.”
Aku terkejut.
Mendadak aku melepas pelukannya. “Mwo?”
Dia tersenyum
nakal. Ia mendekatkan wajah maskulinnya ke wajahku. “Aku akan melamarmu,
chagi.” Detik berikutnya, aku merasakan kehangatan mengalir ke sekujur tubuhku.
Ia menciumku.
Kesedihan dan
kesakitan yang memenuhi hatiku seketika hilang karena keromantisannya. Ya. Aku
yakin dia bisa menghapus rasa cintaku pada cinta pertamaku lalu mendapatkan
kebahagiaan yang sepantasnya darinya. Aku berusaha meyakinkan diriku bahwa Choi
Seung Hyun lah satu-satunya yang ada di hatiku. Selamanya.
“Terimakasih,
oppa.”
-END-

Tidak ada komentar:
Posting Komentar