Senin, 01 Juli 2013

Eraconia (Part 1)

Annyeong !! XD
Terimakasih sudah berniat melihat-lihat FF gaje saya#plak
Ini adalah FF yang pertama kali saya buat dengan serius (?). Semoga FF ini bisa menghibur reader semua. Saya mohon maaf jika ada kesalahan typo atau apa pun itu.
Tokoh dalam FF ini akan saya gambarkan(?) seperti dandannya BIGBANG - Monster dan 2NE1 – It’s Hurts. Soalnya author suka banget mereka seperti itu. Keren banget !
Ide cerita memang tidak sepenuhnya dari pikiran saya tapi saya tidak mencopas FF lain , tetapi sekedar terinspirasi dari FF BIGBANG fantasy. Nah, Daripada saya banyak bacot lagi *eh* kita langsung ke T~~K~~~P !!!!!
Happy reading~~ \(>o<)/
Title    : ERACONIA
Genre  : Fantasy, sedikit romance dan sisanya bisa kalian tambahkan #plak
Cast    :           -Han Dong Ae a.ka You *author uga boleh sih .___.v*
-All member 2NE1
                                    -All member BIGBANG
                        -Artis YG lainnya
Hawa dingin mulai menyesak di sebuah rumah yang cukup reot yang terletak di tempat yang terpencil. Langit meredup karena banyaknya awan tebal. Tidak berwarna hitam tapi terlihat menakutkan. Semakin menambah suasana kelam ketika ibu –yang hanya bersama seorang anak gadisnya- terbaring sekarat. Luka di bahu kanannya yg lumayan lebar membuat pendarahannya semakin cepat. Ditengah cuaca yang tidak baik, ia masih berusaha sekuat tenaga menarik nafas dan menghembuskannya. Dilihatnya anak gadisnya sedang membuat ramuan untuk menutupi lukanya. Rasa takut,sedih, dan marah mulai memenuhi diri gadis tersebut.
“Anakku…” panggil ibunya lirih.
“Eomma… bertahanlah. Sebentar lagi selesai. Jebal… bertahanlah” jawab anak itu menahan kesedihannya.
Ramuan itu akhirnya selesai. Dengan cepat, anak itu duduk di sebelah ibunya terbaring. Mengoleskan ramuan kental ke luka ibu tercintanya. Seolah-olah seluruh harapan dan tenaganya ada dalam ramuan itu.
“anakku, dengar….”
“kumohon jangan berbicara dulu, eomma. Pendarahan eomma masih belum berhenti. Otteokhae…” suaranya mulai parau.
Tangan kiri ibunya menyentuh tangan anaknya yg bergetar ketakutan.
“eomma… jangan tinggalkan aku. Jebal… jangan tinggalkan aku. Aku menyayangimu,eomma.”
“Ada sesuatu yang ingin kuberikan padamu.” Kata ibunya tersenyum. Ia mengangkat kepalanya dan menarik kalung –yang sudah bertahun-tahun menjadi miliknya-. Diletakkannya kalung itu di telapak tangan anak gadisnya.
“eomma…”
“Ini kalung Eraconia. Kalung ini sangat berharga. Pergunakanlah ini untuk hal-hal yang baik. Jangan sampai kalung ini jatuh ke tangan orang jahat. Ini menyangkut nyawa kota Eracon. Eomma percaya kamu pasti bisa menjaganya” Nafas ibunya mulai pelan.
“Eomma, kenapa eomma bicara begitu?” air mata anaknya mulai menetes “Eomma akan segera baik-baik saja. Kumohon. Demi aku. Eomma… Aku berjanji akan mencari orang yang telah menyakitimu. Kumohon… jangan pergi…”
“Anakku…” tangan ibunya perlahan terangkat. Mengelus rambut anak tercintanya terakhir kali. Sesaat setelah itu, tiba-tiba tangan ibunya jatuh lemas. Tak terasa lagi nafas ibunya. Matanya tertutup. Langit menjadi semakin kelam. Sangat kelam. Seolah-olah terkejut akan hal menyedihkan yang baru saja terjadi.
“Eomma… Eomma… Bangunlah. Eomma !!”

****_J_****

6 bulan telah berlalu setelah kematian yg tragis. Gadis itu baru saja pulang dari pemakaman ibunya. Kemudian, anak gadis itu membuka lemari, lalu mengambil pakaian-pakaiannya. Dikemas semuanya ke dalam tas punggung yang agak besar. Ia juga mengambil semua stok perbekalannya. Tiba-tiba ia melihat benda yang menarik pandangannya. Sebuah pisau perak dengan ukiran unik di bagian gagangnya. Ia ingat betapa ibunya sering merawat benda itu. Tapi tak pernah ia memakainya. Ia cuma memajangnya didekat cermin hias. Anak gadis itu mengambilnya lalu memasukkannya ke dalam tas. Setelah ia merasa semua yang ia perlukan sudah lengkap, ia mengangkat tas itu ke punggungnya. Ia menghela nafas. Lalu mengelus kalung pemberian ibunya. Menutup matanya sambil berharap ia bisa membalaskan dendamnya dan mendapatkan kehidupan baru di pusat ibukota Eracon. Hal yang hanya ia ingat saat menemukan ibunya tergeletak bersimbah darah, ia melihat seorang pria yang berdiri di kejauhan dengan mata merah bercahaya yang sangat menyeramkan lalu menghilang dengan cepat. Ia kembalu membuka matanya lalu berjalan keluar dari rumahnya. Melepas semua rasa enggan untuk meninggalkan rumah.
Ia melihat penunggang kuda yang berjalan pelan dengan menarik gerobak kosong dibelakangnya. Ia berlari sambil memanggil penunggang itu. Mendengar panggilan itu, pengendara yang bertubuh tambun itu menghentikan kudanya lalu menaikkan topi bundarnya untuk melihat gadis yang sedang berlari menghampirinya.
“Ada apa nak?”
“Maaf, pak. Anda akan pergi ke mana?” Tanya gadis itu terngengah-engah. Rupanya ia cukup kelelahan berlari ke tempat bapak penunggang itu berhenti.
“Pusat ibukota Eracon. Kenapa,nak?” bapak itu mengernyit heran.
“Bisakah anda mengantarkan saya kesana?” Tanya gadis itu.
Bapak itu berpikir sejenak. Namun, gadis itu menyentuh gerobak kosong itu. “Bisakah saya menumpang disini? Saya bisa duduk di gerobak Anda, Ahjussi.”
“Baiklah. Silakan naik, nak.” Kata bapak itu mempersilahkan gadis itu.
“Terimakasih. Ah.. Nama saya Han Dong Ae. Terimakasih sudah mengijinkan saya menumpang.” Kata gadis itu mengangkat tangannya untuk memperkenalkan diri.
“Ah… Saya Park Jae Sang.” ia membalas menyalaminya.
Dong Ae mengangguk. Bapak itu menghentakkan kudanya agar berjalan. Akhirnya mereka berdua pergi menuju ibukota Eracon.
Markas The Clouds, Eracon City
“ Kau… Kau benar-benar bodoh ! Kau justru akan membongkar penyamaran kita semua.” Teriak Sandara tak percaya. Menatap sang ketua yang sepertinya tidak memperdulikan perkataannya.
“Ya… Sandara. Jangan marah begitu kepada ketua.” Kata Dae Sung berusaha meredam kemarahan gadis cantik itu.
“Sebenarnya apa yang kau dapatkan disana? Membawa Seung Ri, Tae Yang dan Dae Sung menemanimu bernyanyi disana. Apa kau gila? Kau mau menerima serangan dari musuh kita?” ia mendekati sang ketua.
“Kau akan tahu, Sandara” jawab ketua itu sambil menikmati suguhan teh yang telah dibuatkan anak buahnya, Dae Sung
“Tahu? Tahu apa?” Sandara mengernyit heran.
“Aku merasa kita akan segera menemukan sesuatu yang dapat menghalangi kehancuran kota ini dari Dark Cloud.” Jawabnya santai.
“jaah… kau benar-benar sudah gila. Kau…”
“Kau tidak tahu maksudku, Sandara Park.” Ia memotong. “Terserah kau mau ikut apa tidak.” Ia menyeruput tehnya lagi. Ekspresinya tetap datar.
“Kwon Ji Yong, kau benar-benar... Kau mau mengulang kejadian naas 6 bulan lalu itu?” sindir Sandara.
Mendadak aura menjadi dingin dan mencekam. Sandara menelan ludahnya karena takut. Ia sadar telah membuat ketua sangat marah.
“Sudahlah, Sandara. Kami akan baik-baik saja. Ketua akan bersama kami. Jangan membuatnya tambah marah. Dan… ia hanya akan bernyanyi saja.” Dae Sung melerai Sandara dan ketua. Mencoba tersenyum kepada Sandara dengan harapan amarah gadis yang berwajah baby face itu surut.  Ia tak mau kekuatan ketua yang menyebabkan aura mencekam itu melukai temannya.
“Cih… Dasar maniak.” Sandara pergi dan meninggalkan 3 pria itu.
“Aah… Dia akan pergi kemana?” Tanya Tae Yang putus asa.
“Biarkan saja, Tae Yang. Ia takkan jauh kok.” Kata ketua meletakkan gelas tehnya. Sepertinya ia tidak marah lagi. Ia berdiri dari sofa empuknya. “Aku hanya ingin bernyanyi di kafe itu terakhir kalinya.”
“Terakhir kali? Apa maksudmu?” Tanya Seung Ri yang sedang bersandar di kusen jendela.
Ketua hanya tersenyum dan pergi meninggalkan markasnya diikuti 3 temannya.
Center of Eracon City
Dong Ae menatap takjub melihat pesona Eracon City. Ia jarang melihat bangunan-bangunan yang terbuat dari batu. Tidak seperti usicn yang ia tinggal – kebanyakan berdinding kayu dan beratap jerami -. Semua hal yang terdapat di kota itu terlihat baru dan menakjubkan baginya. Terutama jam besar yang sangat terlihat jelas walaupun dilihat dari jauh. Ia melihat orang-orang lalu lalang dihadapannya. Bergaya serba gothic dan klasik.
“Halo.” Sapa perempuan gotik itu padanya. Ia duduk di gerainya sambil mengelus bola yang bercahaya. “Kamu mau diramal, anak muda?”
Dong Ae hanya tersenyum walaupun dihatinya sangat penasaran.
“Hei, nak. Kita sudah sampai.” Kata Park Jae Sang sambil memberhentikan kudanya didepan sebuah penginapan. Kemudian Dong Ae turun lalu berjalan menuju bapak itu dan merogoh kantong jasnya. Sesaat, ia menarik nafas panjang.
“Mianhae, ahjussi. Aku… aku hanya punya ini saja.” Katanya gugup sambil memperlihatkan 10 keping perak dan 2 keping perunggu di telapak tangannya.
“Hahaha… Simpan saja untukmu. Kamu lebih membutuhkannya daripadaku.” Kata bapak itu tetawa kecil. “Aku rasa penginapan ini mempunyai kamar seharga 7 keping perunggu per malam. Kamu bisa menginap disana.”
Dong Ae terhenyak mendengar kebaikan hati Jae Sang. “Kamsanida, ahjussi. Saya berjanji tidak akan melupakan kebaikan Anda, Ahjussi. Kamsanida.” Ia menundukkan kepalanya.
“Cheonma~ kalau begitu, saya pergi dulu.” Kata Park Jae Sang menghentakkan tali pelana kuda itu.
“Ne.”
Dong Ae tersenyum lama. Ia berpikir mungkin orang-orang yang tinggal disini sebaik bapak itu. Hmm… Ia melihat sepintas penginapan itu. “Ah… nanti saja. Aku ingin melihat kota ini dulu,” gumamnya lalu melangkah meninggalkan penginapan.
Beberapa saat, ia melewati sebuah kafe. Cukup banyak pelanggan yang berada didalam. Seperti sedang menikmati pertunjukan music. Dong Ae penasaran lalu masuk ke dalam. Dan benar ! memang ada grup band disana. Suara jazz yang merdu menghipnotis seluruh pelanggan kafe yang mendengarnya, termasuk Dong Ae sendiri. Gadis itu segera mencari kursi kosong dan duduk disana.
Tiba-tiba pelayan datang menghampirinya “Anda mau pesan apa, nona?”
“eh… eum… berapa harga segelas limun?”
“2 keping perunggu…”
“Baiklah. Segelas limun saja.” Kata Dong Ae.
Pelayan itu menurut lalu pergi meninggalkannya. Yah… sekarang ia bisa mendengar nyanyian merdu dari band itu tanpa gangguan. Ia tertarik pada pria berambut merah yang sedang bernyanyi itu. Badannya yang sedikit kurus tapi begitu rupawan. Ia menyanyi seolah-olah menyampaikan perasaannya yang lembut. Sepintas ada niat muncul dari hati Dong Ae untuk bergabung dalam band itu utnuk mencari penghasilan yang akan dipergunakannya untuk mencari pembunuh itu.. Paling tidak, ia bisa bernyanyi –kata ibunya-.
Sesaat kemudian, band itu selesai bernyanyi. Disambut tepuk tangan riuh dari pelanggan yg menikmati musik mereka. Mereka pergi dari panggung sambil melambaikan tangan. Kemudian, pelayan itu datang membawakan pesanan Dong Ae.
“Silakan menikma….”
“Maaf, saya tidak jadi memesannya. Saya pergi dulu.” Ia berdiri lalu menundukkan kepalanya dan pergi begitu saja. Pelayan itu hanya mengeleng-geleng kepala.
Gadis itu ingin segera menemui mereka ke belakang kafe. Akhirnya ia berhasil menemui mereka yang sedang bersiap keluar dari kafe itu. Namun, ada sesuatu yang menghalanginya bertindak jauh. Ya… pria berambut merah itu keluar dari kafe itu pertama kali. Lalu diikuti 3 temannya yg lain. Jantungnya serasa berdetak kencang. Ahh… perasaan apa ini???!!!!
Ia begitu bingung bagaimana cara untuk menyapa mereka. Ia menarik nafas panjang lalu memberanikan diri menyapa.
“Permisi.”
Pria dengan rambut berwarna merah berhenti lalu berbalik melihat gadis itu.
“Ya?”
Ah… senyum itu. Senyumnya begitu manis. Ia merasa kata-kata yg hendak diucapkan hilang begitu saja. “Ayolah Dong Ae usicna saja !” sesuatu berbisik padanya.
“A-anu… Penampilan kalian tadi menarik sekali. Saya menyukai usic Jazz yang kalian mainkan” puji Dong Ae agak gugup.
“Hmm… terimakasih.” Kata pria itu tersenyum. Spontan Dong Ae nyengir (?) dan terdiam lama.
Lalu mereka mulai beranjak pergi lagi.
“Tunggu.” Kata Dong Ae berusaha menghentikan mereka.
“Ada apa?” Tanya salah satu temannya yg kelihatannya lebih muda daripada mereka  mulai tidak sabar. “Katakan saja !”
“Hei… tenanglah. Ia ingin mengatakan sesuatu.” Kata pria dengan rambut merah itu.
“Maaf… bisakah saya bergabung dengan band kalian?” Dong Ae memohon kepada mereka. Sesaat, mereka terdiam. “Saya… saya bisa nyanyi kok. Saya akan memperlihatkannya.”
“Hmm… baiklah. Perlihatkan kemampuanmu.” Kata pria berambut merah. Pria yang terlihat paling muda menatap pria berambut merah tak percaya.
“Ah… baiklah.” Ia bersiap menarik nafas dan mulai bernyanyi.
You naega sseureojilddae
Jeoldae heundeullimeopsi
Ganghan nunbicheuro
Myeotbeonigo nal ileukyeojweo

Ekspresi mereka mulai berubah. Suara gadis itu menarik perhatian mereka. Begitu juga pria berambut merah itu.
And you, na himae gyeoulddae
Seulpeumeul byeolang kkeutkkaji ddo uhgimeopsi
Chajawa du son japeun geudaeyegae

*Nan haejoongae eopneundae
Chorahan najiman
Oneul geudae wihae I norae booleoyo
Tonight geudaeye du noonae
Geu miso dwiae nalwihae gamchweowatdeon
Apeumiboyeoyo

You and I together
It just feels so right
Ibyuliran maleun never
Geu nuga mweorahaedo nan geudael jikilgae
You and I together
Nae du soneul nochijima
Annyoungiran maleun never
Naegae I saesangeun ojik neo hanagiae~~
(Park Bom – You and I)
Ia berhenti menyanyi. Lalu ia menatap mereka. Jantungnya berdebar-debar menanti keputusan mereka.
“Wooaaaahhhhhh~~” pria dgn rambut berwarna perak itu kagum sambil bertepuk tangan “Bagus sekali !”
“ Eh…Jeongmal !?” kata Dong Ae senang.
“Suaramu keren. Ah… siapa namamu?” Tanya pria berambut Mohawk yg berada di samping pria rambut perak.
Sedangkan pria yang terlihat lebih muda dari mereka hanya terdiam dan masih memasang wajah tak senang.
“Naneun Han Dong Ae imnida.” Katanya bersemangat.
“Hmm… tidak masalah jika kamu bergabung.” Sahut pria berambut merah sambil mengangguk-angguk.
“Tapi, hyung, katamu mau…” Belum sampai si rambut perak menyelesaikan kalimatnya, si rambut merah itu menutup mulutnya cepat.
“Ah itu… lupakan saja. Kita punya member baru sekarang hahaha” si rambut merah itu mencoba bercanda.
“Jeongmal?? Saya diterima??? Ahh… Kamsanida… kamsanida” kata Dong Ae sambil menundukkan kepalanya berulang-ulang.
“Yup. Kalau begitu, kami akan memperkenalkan diri” kata si rambut merah mendekati gadis itu. Tangannya menyentuh pundak Dong Ae.
“Aku Kwon Ji Yong. Lalu yang…”
“Aku Kang Dae Sung “ sela si rambut perak bersemangat. “ dan dia Tae Yang“ sambil menunjuk pria berambut Mohawk itu.
“Yak… kau tak memperkenalkan dirimu pada member baru kita?” Tanya Tae Yang sambil menyenggol teman di sebelahnya.
“Seung Ri …” Katanya dingin.
Akhirnya mereka berjalan keluar dari kafe bersama-sama sambil mengobrol dengan Dong Ae, kecuali Seung Ri.

****_J_****
Cahaya bulan menerangi malam yang indah. Bintang-bintang kecil memancarkan cahaya yang kerlap-kerlip. Hawa dingin menemani sepasang manusia yang berjalan santai sambil mengobrol.
“Ah… ini dia. Sementara, aku tinggal disini.” Kata Dong Ae berhenti dan menunjuk penginapan disampingnya.
“Ooh…” ia memandangi penginapan itu. “Oh iya, penampilan pertamamu di kafe bagus. Kami senang bisa bernyanyi duet denganmu.”
“Hehehe… Gomawo, oppa. Aku ingin berterimakasih karena dengan pekerjaan ini aku bisa membayar penginapan…” kata Dong Ae sambil tersenyum.
“Kamu akan terus tetap di kota ini kan?”
“Tentu saja.”
“Hmm… Bagus. Tetaplah disini. Ah… kalung yang indah.” Ji Yong melihat kalung yang tergantung di leher Dong Ae. Ia merasakan ada sesuatu yang ganjil didalam kalung itu. Yah… perasaan ini. Kalung itukah…
“Ya. Kalung ini dari mendiang ibuku.” Sahut Dong Ae sambil mengelus kalungnya.
“Ah… maaf.” Kata Ji Yong iba.
“Tidak apa-apa, oppa. Dengan ini, aku akan melakukan tujuan hidupku. Aku…” mendadak dia berhenti berbicara dan menutup mulutnya. Dong Ae melihat Ji Yong yang mengernyit heran padanya.
“Tujuan hidupmu? Apa itu?” Tanya Ji Yong.
“A-aniyo. Maksudku…eh…aku harus mendapatkan kehidupan yang bahagia. Hehe… itu…maksudku.” Dong Ae menatap seniornya gugup. Semoga ia tidak membuatnya semakin kepo #plak
Ji Yong mengangguk. Sepertinya ia takkan bertanya lagi. “Baiklah… Aku pulang.” Kata Jiyong pamit sambil tersenyum. Ah… Senyumnya… Dong Ae gak boleh meleleh !! >w<
“Ne. Hati-hati, Ji Yong oppa.”
Pria berambut merah berbalik meninggalkan gadis itu. Han Dong Ae tetap berdiri memandanginya hingga kabut dingin menutupinya.
“Paboya. Kenapa jantungku berdegup kencang melihat seniorku sendiri?? Paboo…” gumam Dong Ae sambil menggetok jidatnya.
****_J_****



Markas The Clouds
Bunyi bel pintu terdengar ketika pintu telah dibuka. Pria itu masuk kemudian langsung melepaskan jas dinginnya dan meletakannya di gantungan. 2 orang yang sudah lama berada didalam melihat hyung mereka.
“Ah, ketua…” sahut Dae Sung lengkap dengan angel smile-nya.
Tae Yang yang berdiri di dekat jendela menghampiri Ji Yong “Sudah selesai berkencan?” katanya bercanda.
“Hahaha… Ada apa denganmu? Aku hanya mengantarnya pulang.” Kata Ji Yong santai.
Tae Yang tersenyum kecut. Baru pertama kalinya ia melihat ketuanya pulang sangat telat. Apalagi dengan wajah yang begitu tidak biasa. Cerah…
Ji Yong berjalan memasuki ruang makan. Disana, Seung Ri sedang melahap supnya. Seung Ri melihat Ji Yong berjalan mendekatinya. “Wae? Ada apa dengan wajahmu?” Tanya Seung Ri.
“Apa maksudmu?” Ji Yong balik bertanya
“Hyung, kau pergi ke salon perawatan wajah?” tampang polos Seung Ri membuat Ji Yong kebingungan.
“Hah? Apa – apaan kau ini? Memangnya ada apa denganku?” Ji Yong mengernyit heran.
Seung Ri hanya diam dan menggeleng kepala lalu melanjutkan suapan supnya.
“Dimana Sandara?” Tanya Ji Yong.
Sejak kejadian itu, Sandara selalu diam. Setiap kali ia berpapasan dengan Ji Yong, Sandara tidak menyapanya sama sekali. Mereka sempat kebingungan kenapa Sandara bisa semarah itu. Pernah Dae Sung mencoba bertanya pada Sandara, namun ia melirik Dae sung sinis dan pergi. Namun, malam ini Ji Yong tidak melihat Sandara di markas.
“Benar juga. Tadi siang dia pergi dan belum kembali.” Ia meletakkan sendoknya ke mangkuknya “Sandara masih marah kepada kita? Aku tak menyangka ia bisa seperti ini.”
Ji Yong terdiam. Raut wajah khawatirnya terlihat. “Kenapa dia…”
Dae Sung menghampiri mereka. “Hyung, kita harus mencarinya. Mungkin saja dia tertangkap oleh Dark…” mendadak ia terdiam. Aura Ji Yong yang mulai memanas terasa oleh mereka berdua.
Ji Yong langsung berjalan cepat lalu mengambil jasnya kembali. Lalu melirik mereka bertiga yang berdiri di belakangnya. Tatapan mereka bertiga seolah-olah mengatakan mereka tahu harus berbuat apa. Pintu pun dibuka kembali. Ji Yong mengangkat tangannya tanda isyarat untuk berpencar. Mereka langsung keluar dari markas itu dan menghilang.

Kamar Penginapan Han Dong Ae
“O-omo…” Dong Ae terkejut melihat penampakan (?) perempuan yang tertidur didalam kamarnya. Dong Ae mendekati gadis itu “Hei… bangunlah.” Sambil menyentuh pundaknya.
Tidak ada reaksi.
“Yak… bangunlah…kenapa kau bisa disini? Kau sudah mati?” ia kembali mencoba membangunkannya. Ia berpikir sejenak. Ia merasa sudah yakin mengunci kamar penginapannya dengan benar. Tapi kenapa perempuan asing ini bisa masuk dan tidur dengan nyenyaknya disini.
Dong Ae menunduk sedikit. Terlihat dengan jelas wajah perempuan yang sedang tertidur itu. Wajahnya sangat mulus. Terlihat baby face. Ahh… Andai saja Dong Ae punya wajah baby face seperti itu.
Dong Ae menghela nafas panjang. Baiklah… ia tidak tega membangunkannya. Membiarkannya berkelana di alam mimpinya. Ia berjalan ke toilet untuk mandi.
Beberapa kemudian, gadis yang berambut coklat dan panjang mengembang mulai terbangun dari tidurnya. Membuka sedikit matanya dan ia melihat sesosok putih berjalan.
“KYYYYAAAAHHHHHHHH !!!”
“WAAAAHHHHHHHHHH !!!!”
****_J_****

Awan tebal kelam bergerak menutupi cahaya bulan. Bintang-bintang tidak terlihat lagi. Salju turun sedikit namun sesaat kemudian semakin kencang. Di tengah kencangnya badai salju, seorang perempuan berambut hijau mint berdiri di pinggir kota yang dibencinya. Ia melepas penutup kepalanya. Tidak menghiraukan betapa dinginnya badai salju itu. Air matanya tiba-tiba keluar dari matanya yang indah.
“Park… Sandara Park. Adikku.” Gumamnya lirih. Ia memejamkan matanya sebentar. Perasaan dendam menguasai pikirannya. Dan kenangan pahitnya saat hidup di kota memuakkan itu.
“Andai sajaini tidak terjadi, adikku.” Ia kembali bergumam sedih “Mianhae… Mianhae… Aku harus membunuhmu.”
Tiba-tiba suara langkah kaki terdengar olehnya dari belakang. Gadis cantik itu melirik ke belakang.
“Kau…”
“Park Bom, kau akan melakukannya? Membunuh satu-satunya keluargamu?” kata pria dengan jas yang nyaris menutupi sebagian wajahnya.
“Diamlah kau, vampire. Kau tak tahu apa-apa. Pergilah. Kau bukan siapa-siapaku. Juga bukan dari kelompok Dark Cloud” kata Park Bom sinis.
“Memang benar aku bukan anjingnya Dark Cloud. Aku juga tidak mengikuti ambisi kelompok lawanmu dan Dark Cloud.” Kata pria.”Tapi aku peduli kepadamu. Kau akan melukai perasaanmu sendiri.”
“DIAMLAH KAU, VAMPIR !! JANGAN IKUT CAMPUR URUSANKU !!” Park Bom mengeluarkan amarahnya. “KAU TAK TAHU APA-APA !”
Pria itu tertawa kecil mendengar gadis itu berang kepadanya. “Terserah. Aku hanya memberimu saran.” Matanya berubah ke wujud aslinya. “Tapi aku takkan membiarkanmu terluka. Kemampuan adikmu…”
Tiba-tiba saja Park Bom didepannya sambil mengangkat tangan kiri yang sudah diselubungi kristal es tajam “Aku bisa membunuhmu sekarang juga.” Mulut gadis cantik itu terbuka. “Jangan remehkan aku.”
Pria tersenyum seolah-olah tidak takut dengan ancamannya. “Saranghae.”
PLAK ! Park Bom menampar pipi pria itu dengan tangan kanannya. “Perasaanmu tidak berguna bagiku, Choi Seung Hyun. Enyahlah kau !”
Park Bom berbalik meninggalkan pria itu. Dengan kekuatan magicnya, ia merubah salju yang menempel dipunggungnya menjadi sayap Kristal es yang sangat besar. Lalu ia terbang ke kota itu.
Pria itu hanya menggeleng. Ia menghilang dengan mengubah tubuhnya pecah menjadi ribuan kelelawar.

Kamar Penginapan Han Dong Ae
Dong Ae mengangguk kepalanya tanda mengerti. “Jadi karena kamu kesal kepada teman-temanmu, kamu kabur ya?”
Sandara mengangguk.
“Lalu bagaimana kamu bisa masuk?” Tanya Dong Ae “Lewat jendela? Atau apa?”
Dia menggeleng. Dong Ae menatap gadis itu frustasi. Gadis ini pasti sudah tidak waras.
“Ehm… Aku kabur juga karena aku juga berpikir sepertinya dia tidak mengerti perasaanku.” Kata Sandara murung.
“Dia? Siapa?” Tanya Dong Ae.
“eeh…Aku mencintainya.” Kata Sandara polos.
Mendadak Dong Ae terkejut mendengar apa yang dikatakan gadis berambut coklat. Ia langsung berdiri dari kursinya. “Aigo… Kenapa aku bisa menemukan orang serumit ini.” gumamnya sambil memijit kepalanya.
“Yak… kau…”
“Bolehkah aku disini untuk malam ini saja?” sela Sandara. “Aku punya uang untuk membayar.”
“Jaaah… kenapa kau tidak menyewa kamar lain? Menyebalkan !”
“Aku memaksa ! aku bisa tidur dilantai disamping tempat tidurmu.” Sandara menatap Dong Ae. Dong Ae bisa melihat puppy eyes seperti anjing yang ia lihat di kebun tomatnya dulu #plak
“Eerrghh… baiklah. Kau boleh tidur di tempat tidurku.” Kata Dong Ae kesal sembari mengambil bantal satu lagi dan hendak pergi.
“Ja…kau akan tidur dimana? Bukannya di…”
“Dasar semprul ! Tidur saja kamu !” Dong Ae meletakkan bantalnya di sofa besarnya dan membanting tubuhnya.
Sandara terkekeh. “Gomawo ehm…”
“Han Dong Ae.” katanya enggan dan bergerak membelakangi badan dari Sandara.
“Ah.. Gomawo, Han Dong Ae. Aku Sandara Park.” Ia tersenyum lebar. Namun, Dong Ae tidak mengatakan apapun. “Baiklah… Selamat tidur.” Ia bergerak mematikan lampu dan tidur.
****_J_****

Matahari beranjak kembali ke singgasananya. Memancarkan cahaya keemasan. Cicitan merdu burung-burung kecil membangunkan Han Dong Ae dari tidurnya. Mengangkat tubuhnya untuk duduk. Kemudian, melipat tangannya untuk berdoa penuh khidmat. Setelah selesai, ia membuka matanya. Ia tidak melihat Sandara di tempat tidurnya. Dong Ae tersenyum. Barangkali ia sudah pergi saat subuh. Ia berjalan mendekati jendela lalu merenggangkan tubuhnya. Sedikit menguap. Kemudian, ia melihat ada secarik kertas dan sejumlah keping perak tergeletak di meja. Dengan malas, ia mengambilnya lalu membacanya.
Hai, Han Dong Ae.
Terimakasih sudah memberiku semalam untuk tidur di kamarmu. Aku tahu kamu pasti kesal karena aku seenaknya masuk ke kamarmu tanpa izin. Tapi entah kenapa aku sangat tertarik tidur disini. Maaf sudah menjadikan kamarmu sebagai tempat pelarianku. Oleh karena itu, aku meninggalkanmu saat pagi-pagi subuh. Aku juga sudah berjanji akan membayarmu. Ini ada 50 keping perak. Tidak terlalu banyak. Tapi aku harap ini sebagai ganti karena aku sudah membuatmu kesal sekaligus sebagai uang sewa kamarmu. Oh ya, satu lagi, aku senang berkenalan denganmu.
Gomawo, Han Dong Ae. Semoga kita bertemu lagi dengan suasana yang menyenangkan~ ^^
Sandara Park

Dong Ae melipat surat itu dan meletakannya di laci. Ia tidak ingin tulisan yang bisa saja membuatnya ngakak guling-guling terlantar di tong sampah. Mengambil keping perak kedalam tabungannya. Setidaknya ia tidak perlu khawatir akan kekurangan uang. Baiklah… ia harus mandi lalu memasak untuk sarapannya.
Markas The Clouds
Kikuk, ya, itulah yang bisa digambarkan dari suasana salah satu kamar lain pada markas yang klasik ini. Gadis yang memasang cemberut tapi tetap terlihat manis. Pandangannya hanya tertuju pada sepatunya yang unik dan klasik. Sibuk memainkan ujung sepatu yang lancip. Didepannya ada ketua yang duduk sambil memandang Sandara dengan serius. 3 orang lainnya –Tae Yang, Seung Ri dan Dae Sung- menguping dari balik pintu. Berharap semoga ketua dan Sandara berbaikan dan tidak merepotkan mereka –Acara kaburnya Sandara yang berhasil membuat ketua cemas-.
Ji Yong menghela nafas panjang. Ia sendiri bingung untuk memulai pembicaraan. Jujur, saat mereka mencari Sandara, perasaan cemasnya memenuhi hatinya hingga nyaris gila. Untung saja Ji Yong punya bakat untuk mengontrol wajahnya untuk tetap tenang. Sedangkan Sandara juga sama sekali tidak tahu harus mengatakan apa. Sebenarnya Sandara bukan tipe wanita yang gengsi untuk mengatakan maaf, hanya saja ia merasa dirinya harus medapatkan perhatian Ji Yong dulu. Paling tidak, Ji Yong mau berubah untuk mendengarkan perkataannya. Perasaan rindu dan –u know what I mean- memang sudah menyesak kalau ia hanya berdua dengan Ji Yong. Tetapi ia tak bisa mengatakannya. Apalagi bercerita dengan 3 temannya itu.
Sandara mulai sedikit bosan dengan keheningan –selama 15 menit hanya terdiam-. Ia memainkan cincinnya hingga tidak sadar cincin mungilnya terlepas dari jari manisnya.
“Omo…” sambil mengambil kembali cincinnya.
“Ada apa?” akhirnya Ji Yong membuka suara.
“Cincinku jatuh…” jawab Sandara kikuk. “Ehm… Ji Yong..”
“Sandara…”
Keduanya saling membuka suara bersamaan. Suasana kikuk semakin terasa.
“Ehem… Ladies first.” Ji Yong mempersilahkan Sandara untuk memulai.
Sandara mengangguk pelan. “Ehm… tadi aku berada di sebuah kamar penginapan. Aku tidak benar-benar kabur. Aku hanya…” matanya bergerak memandang Ji Yong. “disana sebentar dengan perempuan pemilik kamar itu. Aku tidak mencari masalah dengan siapapun. Aku…” ia berhenti. Ia benar-benar kehabisan kata-kata. Entah kenapa kali ini Sandara tidak berniat untuk marah lagi dengan Ji Yong dan yang lainnya. Ia merasa Ji Yong tidak berniat menyela perkataannya. Akhirnya dengan terpaksa harus mengatakan kata itu –ia merasa seharusnya dia duluan yang mengatakannya-.
 “Mianhae.” Ji Yong berdiri dari sofanya dan berjalan mendekati Sandara.
“Eoh..?” Sandara menatap Ji Yong terkejut.
“Seharusnya kita tidak boleh terlalu lama saling berdiam diri. Aku sadar belakangan ini aku banyak mengikuti pemahamanku, tidak menghargaimu. Aku pikir kau akan bermasalah dengan kelompok Dark Cloud. Aku khawatir kau akan…” Ji yong menghentikan kata-katanya. Ia menutup sebagian wajahnya dengan tangannya.
“Kamu… maksudku, ketua, khawatir denganku?” Tanya Sandara menatap lekat Ji Yong. Senyumnya mengembang tipis.
“K-kau harusnya…” Ji Yong menggaruk kepalanya. “Sudahlah. Aku minta maaf.” Ia memalingkan wajahnya.
“Aku juga ingin minta maaf.” Senyum Sandara melebar. “Aku berjanji tidak akan membuatmu cemas lagi. Aku juga seharusnya marah sampai segitunya. Aku juga merasa bersalah dengan Tae Yang, Seung Ri dan Dae Sung. Aku juga akan meminta maaf dengan mereka.” Ia berdiri dari kursinya. Tiba-tiba, tangan Ji Yong menarik lembut tangan Sandara. Gadis itu terkejut dan berhenti seolah-olah baru saja tersengat sesuatu yang membuatnya bahagia.
Ji Yong menarik bahu Sandara dan memeluknya. Begitu erat. Sandara bisa merasakan dengan jelas perasaan lembut dan hangat pada diri Ji Yong. Ia merasa bahagia. Sangat bahagia.
“Aku sangat mengkhawatirkanmu.” suara lirih Ji Yong. “Jangan membuatku seperti ini lagi, Sandara. Aku takut terjadi sesuatu padamu.”
Sandara hanya terdiam membeku –atau menikmatinya (-.-’)-. Tangannya bergerak perlahan ke punggung Ji Yong. Mereka berpelukan cukup lama. Saling melepaskan kesesakan di hati mereka masing-masing.
*Author mulai panasssss !!! XD*

****_J_****

Malam hari yang cerah di kota Eraconia City. The Clouds berkumpul di sebuah kafe yang dijadikan tempat nongkrongnya. Merayakan selesainya show mereka untuk malam ini da mengobrol santai sambil menikmati kopi dan the yang sudah disajikan.
“Wah… Chukkae ! Aku tidak menyangka kita bertemu lagi dan menjadi satu tim. Waah… Daebak !” Sandara menepuk pundak Dong Ae.
“Ehm… iya. Benar-benar kebetulan yang bagus.” Dong Ae tersenyum sedikit sambil menahan rasa malu dan bersalah. Setidaknya Dong Ae harus bersyukur Sandara tidak menceritakan kejadian semalam. Huwaaahhh… mau taruh dimana mukanyaaaaa !!???
“Wah… kalian sudah saling kenal ya?” Tanya Seung Ri.
”Iya. Itu… argh.” Mulut Sandara tiba-tiba terhenti. Kaki Sandara diinjak oleh Dong Ae. Dong Ae terkekeh dan menatap Sandara kesal dan seolah-olah tidak ingin Sandara mengatakannya. Sandara mengerti lalu memasang wajah cemberut.
“Ka-kami hanya berkenalan di pasar saat berjalan-jalan. Hehehe… Kami langsung menjadi teman saat itu. Benarkaannn??” Dong Ae melirik Sandara dengan seram. Sandara yang langsung ngeri melihat tampang Dong Ae hanya bisa mengangguk pelan.
“Hmm… begitu.” Seung Ri mengangguk. “Aku tak menyangka Sandara mau masuk pasar. Bahkan masuk ke dalam warung saja biasanya merasa jijik.”
Mereka semua langsung tertawa sedangkan Dong Ae hanya nyengir dan Sandara hanya terdiam.
Setelah 1,5 jam lamanya mereka didalam kafe, mereka memutuskan untuk pulang. Setelah mereka memasuki jalan hutan, aura sangat dingin menusuk kulit mereka yang berbalut pakaian tebal. Tiba-tiba seseorang sudah berdiri di belakang mereka. Sandara yang melirik kebelakang langsung terkejut dan ketakutan.
“O…Oennie?” kata Sandara lirih ketakutan.
Tae Yang yang menyadari orang itu adalah musuh langsung maju dan menyerang orang itu. Mengeluarkan tiga pisau tulang dari punggung tangannya. Dengan cepat, wanita berambut hijau mint menghindar dan menendang Tae Yang hingga terlempar menabrak pohon besar dengan keras. Ia mengerang kesakitan. Kelihatannya ia tidak bisa berdiri. Dae Sung yang langsung marah karena melihat temannya diserang, ia segera merubah wujudnya menjadi monster manusia serigala putih. Mengeluarkan suara lolongan menyeramkan namun wanita itu tidak bergeming. Monster itu bergerak menyerangnya.
“Oh.. ternyata kau Manusia Serigala Putih. Ternyata kekuatan The Clouds hanya seperti itu.” Kata perempuan itu remeh. Perempuan itu berhasil menghindar. Kemudian mengeluarkan magicnya.
“Crystal Rain !!”
Monster itu tidak dapat menahan serangan gadis itu dan terhempas dekat dengan Tae Yang.
Dia langsung membentuk Kristal es yang panjang dari tangannya dan menarik Sandara lalu membekapnya.
“Park Bom eonnie…”
Park Bom langsung membentuk Kristal es menjadi pedang tajam lalu bergerak hendak menghujam jantung Sandara. Dengan cepat, Sandara dengan kekuatan magicnya menggerakkan dahan pohon berukuran sedang, memanjang sehingga menghalangi pedang Kristal es yang sangat tajam. Sandara berusaha melepaskan diri dari cengkraman kakaknya dan berlari membantu Tae Yang dan Dae Sung yang masih merasa kesakitan akibat serangan Park Bom.
“Apa… Apa-apaan ini? Kenapa kalian…”Dong Ae kebingungan dengan apa yang baru saja ia lihat. Ji Yong menepuk bahu Dong Ae.
“Menjauhlah…” kata Ji Yong sambil tersenyum kepada Dong Ae. “ Seung Ri…”
“Baik.” Sahut Seung Ri mantap. Seung Ri tahu apa yang harus dilakukan. Ia menngangkat tangannya. Kemudian, sinar sihir bewarna perak terpancar dari tangannya lalu membentuk sebuah pedang yang sangat besar.
“Trans Lance !”
Park Bom yang melihat pedang sihir itu muncul, tertegun. Sepertinya ia mendapatkan lawn yang kelihatannya sangat kuat.
“Jadi kau pemegang terakhir pedang Lance? Menarik.” kata Park Bom tersenyum kecut. Ia kembali membuat sihir Kristal es untuk menyerang Seung Ri. Langsung saja monster krystal es berbentuk musang muncul dari bawah samping Park Bom. Monster yang sangat menyeramkan.
“Groaaarrr !!!”
Seung Ri melompat tinggi dengan bebas. Mulailah pertarungan sengit antara Seung rid an Monster buatan Park Bom. Namun tak lama, monster itu berhasil dihancurkannya dengan pedang legendaries itu. Lalu, dengan cepat ia mendekati Park Bom, menyerangnya dengan pedang Lance. Park Bom berusaha mengelak namun sayang, pedang itu hanya mampu berhasil menggores cukup dalam lengan kanannya.
“Aku akan membantumu, Seung Ri !!” sahut Sandara yang sepertinya sudah siap –yang mau tidak mau- menyerang Park Bom, kakaknya. Ia memiliki kekuatan sihir yang sama dengan sihir Park Bom.
Ia mengubah sebagian tangannya menjadi kristal es berbentuk pedang. Bersama-sama, Seung Ri dan Sandara menyatukan kekuatan sihir mereka untuk menyerang Park Bom.
TRANG !!!
Krek krek krek
Sandara menatap tak percaya. Kekuatan sihir yang berhasil mereka satukan rupanya tidak dapat menyerangnya karena tiba-tiba sebuah perisai kristal sudah mengelilingi Park Bom dan menangkis serangannya. Perisai itu retak dan pecah. Belum sampai pecahan krystal es terakhir jatuh, Park Bom melancarkan serangan sihirnya.
“ DRAGON CRYSTAL’S WIND !!”

Sontak, Seung Ri dan Sandara tidak dapat menahan serangan anginnya dan terlempar agak jauh hingga menabrak pohon besar dibelakangnya.
“Heh… Cuma segini saja ?!” seru Park Bom sombong.
Tiba-tiba, aura menyeramkan muncul dibelakangnya. Suram. Hawa panas begitu menyesak disekelilingnya. Kepala Park Bom tiba-tiba dipegang oleh Kwon Ji Yong yang sudah mulai mengeluarkan kekuatan sihirnya.
“Lenyaplah…” lirih Ji Yong dengan aura yang sangat menyeramkan. Tak ada kesempatan bagi Park Bom untuk menghindar ataupun menangkisnya.
“SUDAH CUKUP !!!” suara keras muncul dari sayup-sayup pepohonan. Waktu seolah-olah terhenti. Bukan. Bukan waktu yang berhenti. Mereka semua tiba-tiba tidak bisa bergerak. Monster boneka tiba-tiba muncul lalu menarik Park Bom dari kekangan ketua The Clouds.
“haah… kita bertemu dengan kelompok bajingan…”
2 bayangan muncul dari belakang mereka. Yang satu tinggi dan bayangan kedua dengan tangan yang seolah-olah sedang mengendalikan sesuatu. “Kalian…” Park Bom menatap mereka ketakutan.
“Kau hampir mati, Bommie. Kau harus pergi.” sahut bayangan kedua itu.
“Tapi… Aku…”
“Hei !” sahut keras bayangan pertama. “Kau belum mendapatkan perintah dari Dark Cloud, bodoh.” Katanya sambil tertawa renyah. “Kau mau mati?!”
Park Bom mendengus kesal. Lalu ia menatap Sandara penuh benci. “Baiklah. Maafkan aku.” Katanya sambil membentuk sayap kristal es dan pergi meninggalkan kelompok The Clouds. 2 bayangan itu juga menghilang.
Mereka mulai bisa bergerak. Namun masing-masing hanya terdiam setelah  kejadian yang baru saja terjadi. Dong Ae juga terdiam dan berusaha berpikir apa yang baru saja terjadi.
“ADA APA INI SEMUA??”

TO BE CONTINUED……

Tidak ada komentar:

Posting Komentar