Selasa, 09 Juli 2013

HOPE (part 1)

Cast                : - Lee Eun Ah
                         - Lee Ha Yi
      - Choi Seung Hyun
                         - Kwon Ji Yong
Genre              : Romance
Author            : QB
Disclaimer      : Halo, readers. Tengkyu banget udah mau niat membaca fanfic saya. Ide cerita sebagian dari hasil pikiran saya dan sebagian lagi terinspirasi dari novel yang baru author beli (novel latar Jepang pula-_-) . Mungkin ini adalah FF pertama kali saya yang bisa selesai dari sekian FF yang mengalami kegagalan (?). Sebenarnya saya sangat ingin menyelesaikannya hanya saja saya mengidap “Tabestry syndrome”. Kesal banget !! Oke. Daripada banyak curcol gaje, langsung saja kita ke T~K~P~~ !!
Happy reading !!!!! XD


“Ha Yi, lihat kesana…”
Sang model belia mengikuti arahan fotographer –saudarinya sendiri- itu. Ia berpose sangat bagus dan terlihat bisa menyatu dengan lingkungan background-nya. Sebenarnya ia baru berkecimpung di dunia modeling khususnya untuk pemotretan, tapi ia cepat belajar hingga bisa menjadi professional.
Ia juga harus merasa bersyukur karena dianugerahi wajah yang manis dan tubuh yang mungil tapi proposional. Lihat saja… sudah banyak majalah remaja yang menginginkan Lee Ha Yi menjadi covernya. Kalau dia bisa lebih serius menekuni bidang ini, sangat berpeluang besar menjadi model majalah belia paling terkenal di Seoul. Tapi ia lebih memilih meluangkan waktu untuk bersekolah dulu. Jadi, ia bisa mengambil waktu senggang untuk modeling. Untungnya pihak redaksi majalah –yang memilihnya menjadi cover majalah selama 5 tahun kedepan- tidak mempermasalahkannya bahkan pihak majalah memberi kebebasan Ha Yi kapan ia mau asal harus ikuti aturan penerbitannya (haaah muluk gaje yah-___-).
“Sudah selesai, Ha Yi. Kamu bekerja dengan baik.” Kata fotographer setelah memotret pose adiknya yang terakhir. Dengan senyuman yang manis, Ha Yi berjalan menghampiri kakaknya dan hendak melihat hasil pemotretannya. “Gimana, Eun Ah?”
Walaupun kakak-beradik, mereka sangat akrab dan saling menyayangi. Walaupun jarak umur antara mereka hanya 2 tahun, mereka tidak butuh aturan yang menekankan kalau mereka adalah kakak beradik. Lee Ha Yi tidak harus memanggil Lee Eun Ah dengan sebutan ‘Oennie’ ataupun Lee Eun Ah memanggil Lee Ha Yi dengan ‘Dongsaeng’.
“Bagus-bagus kok. Sudah bisa langsung dikirimkan ke redaksi majalah.” Kata Eun Ah sambil mengacak nakal rambut adik kesayangannya.
“Eun Ah, jangan. Kau telah mengacak rambut model terimut di Seoul !” ujar Ha Yi dengan sok pedenya.
“Hahaha… Sudah lapar?” Tanya Eun Ah.
Ha Yi mengangguk dengan senyumnya –selalu saja imut-. Ha Yi langsung menarik tangan kakaknya dan berlari. Eun Ah –yang enggan berlari- hanya bisa memutar mata dan ikut berlari. Namun beberapa saat, Ha Yi mendadak berhenti. Eun Ah tidak sempat menghentikan laju larinya. Alhasil, ia menabrak punggung adiknya.
“Aduh… Ha Yi, kenap…”
“Ji Yong oppa…” lirih Ha Yi saat melihat laki-laki bertubuh jakung sudah ada didepannya. Pipinya yang agak tembem mendadak memerah. Eun Ah bisa merasakan tangan Ha Yi mendadak dingin. Sedingin es kutub utara !
“Wah… Ha Yi, Eun Ah. Kalian disini. Kau terlihat manis sekali, Ha Yi. Habis melakukan pemotretan majalah ya?” Tanya Ji Yong.
“Ehem…” gumam Ha Yi mengiyakan. Entah kenapa kata-kata yang ada di otaknya mendadak hilang sehingga Ha Yi kesulitan untuk berbicara banyak didepannya. Perasaan yang konyol dinamai Ha Yi ‘asem manis’ langsung menyesak dadanya. Jujur, melihat Ji Yong setampan ini membuatnya sesak napas.
“Aku mau mengajaknya makan siang. Kamu ikut?” ajak Eun Ah menyadari sepertinya Ha Yi tidak mau berbicara lagi.
“Hmm… mau. Aku yang akan traktir. Lagipula aku juga habis bernyanyi untuk acara TV.” jawab Ji Yong. Astaga… apa orang ini mau berlagak?, batin Eun Ah sambil tersenyum kecut.
Kwon Ji Yong adalah sahabat masa kecil Eun Ah dan Ha Yi. Ia memang paling tampan untuk laki-laki umur 19-an di kampusnya. Karena ‘keanugerahan’-nya itu, Ji Yong digilai semua cewek di Kyung-Hee university. Namun, ia seolah-olah tidak memperdulikan masalah percintaannya, jadi ia masih belum menerima siapapun di hatinya. Apalagi sekarang ia memiliki kesibukan untuk menjadi penyanyi sekaligus rapper –setidaknya belum meraih kepopuleran sepenuhnya di seluruh kota Seoul hahahaha- (apa dah-__-).
Mereka pun berjalan bersama-sama menuju kafe. Sepanjang perjalanan, Ha Yi sibuk memandangi pesona Ji Yong. Yang anehnya, Ji Yong gak merasa dia sedang diamati. Eun Ah yang berjalan disamping Ha Yi menghembuskan nafas panjang melihat kelakuan aneh adiknya dan terus berjalan dengan santai.



-WHITE SOUL CAFÉ-
Setibanya di kafe, mereka mencari kursi. Mereka pun memilih duduk di meja yang terdapat 4 kursi. Ha Yi pun dengan cepat segera duduk disamping Ji Yong. Maid yang bekerja di kafe itupun datang menawarkan menu kepada mereka.
“Kamu mau yang mana, Ji Yong oppa?” Tanya  Ha Yi. Kepala Ha Yi mendekat ke arah Ji Yong.
Ha Yi, jaga sikapmu dong. Kau terlihat seperti… heeeeh, batin Eun Ah mengeluh.
“Aku mau 1 Ddeokpokki –snack kue beras dengan saus pedas manis khas dan potongan kue ikan-  dan Jus jeruk.” Pesan Eun Ah sambil menyerahkan daftar menu kepada maid.
“1 Vanilla latte dan 1 Yukgaejang -sup pedas berisi daging sapi, jamur dan soemyoen yang dimasak dengan kaldu sapi-”  pesan Ji Yong masih melihat daftar menu sebentar lalu menyerahkannya pada maid.
Ha Yi mendengar menu pesanan yang diinginkan Ji Yong. Tanpa membaca daftar menu, ia langsung membuka suara. “Aku mau yang dipesan Ji Yong oppa tadi.” Pesan Ha Yi mantap.
Eun Ah dan Ji Yong tercekat. Setahu mereka, Ha Yi sangat membenci makanan yang pedas walaupun makanan itu hanya diberi 1 cabe kecil saja. Sedikit saja makanan pedas memasuki mulutnya, sesuatu yang buruk di perutnya akan terjadi.
Maid mengulang menu yang mereka pesan dan segera berlalu meninggalkan mereka.
“Yak… Ha Yi, kau tidak tahu? itu makanan pedas.” Kata Eun Ah khawatir.
“Kau yakin? Perutmu tidak apa-apa?” Tanya Ji Yong ikut khawatir. “seharusnya kau pesan lain saja. Aku panggil panggilkan Maid ya. ”
“Gwencana, Eun Ah, Ji Yong oppa. Aku ingin coba makanan itu.” Tepis Ha Yi. Kalau nada bicara Ha Yi seperti itu, Eun Ah tidak berani berkomentar. Ji Yong pun hanya mendengus nafas panjang. Maklum karena ia anak bungsu, ia akan marah besar kalau permintaannya dihalangi.


-Eun Ah and Ha Yi’s House-
Matahari senja mulai memamerkan keindahannya. Memaksakan cahaya jingganya masuk ke rumah mereka yang sederhana. Namun, sayangnya mereka sama sekali tidak meresponnya.
“Ha Yi, gwencanayo??” Tanya Eun Ah khawatir.
Sudah 1 jam Ha Yi di kamar mandi dan tidak juga keluar. Eun Ah khawatir terjadi sesuatu padanya. Ia baru saja menyadari penyebabnya.
“Ah~…Aku kan sudah bilang jangan makan makanan pedas. Lihat akibatnya kan? Aku akan bilang ke Ji Yong ya biar dibeliin obat. Ok?” Ejek Eun Ah sambil menahan ketawa.
Bukannya mendapatkan jawaban Ha Yi malah suara deburan dari WC yang keras seolah-olah mengatakan ‘diamlah! Aku tau kau mengejekku’.
“Ha Yi~?? Hmm… Baiklah. Aku anggap itu iya.” Eun Ah mulai beranjak dari depan pintu kamar mandi.
“Eun Ah!” pekik Ha Yi sambil membuka pintu kamar mandi “Jangan !!”
Eun Ah tertawa kecil. “Sudah baikan?”
Ha Yi menggeleng. Ia keluar dari kamar mandi sambil memegang perutnya yang masih mulas. Ia mulai sedikit menyesal karena makan makanan pedas tapi mau bagaimana lagi ia benar-benar spontan mengatakannya apalagi ia juga mau menarik perhatian Ji Yong.
“Ya sudah. Aku ambilkan obat perut ya?” kata Eun Ah sambil hendak pergi meninggalkannya. Namun, tangan Ha Yi memegang tangan Eun Ah sehingga ia harus memutar badan menghadap adiknya. “Wae?”
“Janji jangan bilang pada Ji Yong ya.” Gumam Ha Yi malu-malu tanpa memandang kakaknya. Arra, Arrasso~, lagian bukan kewajibanku melaporkan ini padanya, Eun Ah membatin. Ia tersenyum lalu mengacak rambut Ha Yi. Senyum Ha Yi mengembang karena ia tahu sepertinya kakaknya sudah berjanji tidak akan mengatakannya.
Setelah mengambilkan obat untuk Ha Yi, Eun Ah siap-siap berangkat menuju kantor redaksi sekolah. Ia menghela nafas sejenak sambil memeriksa foto-foto yang sudah diselesaikannya. Apalagi mengingat jarak antara rumah dan kantor yang terbilang memang jauh. Tiba-tiba, lamunannya seketika hilang saat handphonenya berdering. Ia melihat nama yang terpampang di layar HP-nya. Ia menghela nafas lebih panjang lalu menjawabnya, “Yobboseo…”
“Kau ada waktu nanti malam?” suara berat dari seberang membuat tensi Eun Ah sedikit naik. “Memangnya ada apa?” Tanya Eun Ah. “Aku ingin berbicara denganmu sambil makan malam.” Jawab suara itu.
Seperti biasa kau mengajakku makan malam, Eun Ah mendesah. “Mianhae, aku sibuk. Aku harus menyerahkan hasil pekerjaanku ke redaksi majalah sekarang.”
“Hei, aku juga sama sepertimu dan bekerja ditempat yang sama. Kita rekan kerja. Jangan membohongiku. Aku akan menjemputmu sekarang. Tunggu.” Kata suara berat itu santai. Eun Ah terkejut dan klik
Eun Ah menatap HPnya nanar. Seenaknya ia mematikan teleponnya dan menyuruh Eun Ah menunggu. Memangnya dia siapa?,umpat Eun Ah dalam hati. Tapi, betul juga. Daripada Eun Ah harus merogoh dompetnya untuk ongkos taksi, ia bisa mendapat tumpangan gratis dari teman kerjanya.
10 menit kemudian, suara klakson mobil terdengar. Eun Ah keluar dari rumah. Pintu mobil terbuka dan laki-laki itu keluar lalu berdiri –menurut Eun Ah, sok keren- disamping mobil yang memang mewah.
Eun Ah tersenyum –agak terpaksa- kepada pria itu. Namun, tanpa mengucap sepatah kata, Eun Ah berjalan melewati pria itu lalu membuka pintu mobil dan duduk disamping kursi supir. Pria itu hanya mendengus panjang lalu masuk ke dalam mobil pribadinya.
“Aku juga mau mengantar foto ke redaksi majalah.” Kata pria itu kepada Eun Ah. Berharap Eun Ah memberinya reaksi yang diharapkannya. Namun, sayang, Eun Ah masih tidak berbicara dan hanya tersenyum –lebih terpaksa-.
“Kau kenapa? Tidak senang aku menjemputmu?” tanyanya penasaran. Dari awal berkenalan dengan Eun Ah, dia selalu bersikap dingin terhadapnya.
“Kamu gak liat aku tersenyum? Seperti ini, Choi Seung Hyun?” kata Eun Ah sambil memberikan senyum termanisnya –berusaha ikhlas- dan kembali menatap kedepan. Seung Hyun hanya bisa diam –nyaris nyengir juga- dan menghidupkan mobilnya lalu pergi.
****_J_****
Bintang-bintang menghiasi langit yang kelam. Bulan pun tak mau kalah dari bintang-bintang. Sehingga, langit malam terlihat semakin indah dan tidak mengisyaratkan akan hujan. Yah… Itu yang diharapkan Seung Hyun. Tidak terjadi hujan di restoran favorit Eun Ah –berlokasi dekat dengan sungai Han-. Ia masih ingin menghabiskan sedikit malamnya bersama gadis yang memukau hatinya, Eun Ah. Gadis yang dikenalnya sebagai rekan kerja selama setahun itu. Namun, sayang, Eun Ah tidak menyadari akan hal itu. Bisa mengobrol 15 menit saja sudah sulit karena Eun Ah selalu cuek bebek terhadapnya.
Ia pun terkadang menyesali dirinya yang bisa menyukai gadis seperti ini. Jujur, ia yang berasal dari keluarga beradab dan berparas tampan, tentu banyak gadis-gadis yang lebih baik yang menaruh hati padanya. Namun sayang, dipikirannya dan dihatinya hanya ada nama gadis itu. Disaat itu ia sudah menyadari, ia menyukai Eun Ah.
“Eun Ah…” panggil Seung Hyun pada gadis itu pelan.
“Hmm?” gumam Eun Ah masih menikmati makan malam -beef steak with Vietnamase sauce- kesukaannya.
Mendadak, Seung Hyun kehilangan kata-kata. Ia ingin sekali mengajak Eun Ah mengobrol tapi ia bingung harus berkata apa. Ia tak mau mengambil resiko kalau Eun Ah marah padanya dan tidak mau makan malam lagi bersamanya –karena cuma itu kesempatannya bertemu Eun Ah-
Sekarang ia ingin tahu apakah ada pria yang mengisi hati Eun Ah. Astaga, ia harus bertanya bagaimana. Ya sudah… kalau tidak mampu bertanya itu, lebih baik dia mengobrol santai dengan Eun Ah daripada terkesan kaku.
“Kenapa gak dimakan supmu?” Tanya Eun Ah yang berhasil membuyarkan lamunan Seung Hyun. “Hm… Kamu melamun lagi.” Ia tersenyum.
Seung Hyun mulai gelagapan melihat senyum Eun Ah. Baiklah… kalau begini terus, ia bisa berpikir lebih baik tetap melamun atau menyebalkan hanya untuk melihat senyumnya. “Besok mau memotret lagi?” spontan Seung Hyun bertanya.
“Iya. Direktur memintaku memotret modelku dengan tema yang berbeda dan harus diserahkan secepatnya.” Kata Eun Ah panjang lebar. “Bagaimana denganmu?”
“Aku tidak memotret lagi untuk sementara waktu.” Jawab Seung Hyun.
“Waeyo?” Eun Ah menatap Seung Hyun.
Tentu saja menghabiskan waktu untuk lebih banyak bertemu denganmu,batin Seung Hyun. “Ehmm… aku mau konsentrasi ke kuliah dulu.”
“Hmm…” gumam Eun Ah mengerti. Setidaknya Seung Hyun bersyukur karena kebetulan jurusannya dengan Eun Ah sama. Jadi ia bisa satu ruangan dengannya.
You’ve got a message. You’ve got a message~
Nada pesan dari ponsel Eun Ah berbunyi. Eun Ah menghentikan suapannya lalu mengambil handphone miliknya didalam mini bagnya.
From : ~~Kwon Ji Yong~~
Eun Ah, kamu dimana? Apakah kamu sibuk sekarang??
Eun Ah menatap Seung Hyun sebentar. Berpikir apa yang seharusnya Eun Ah lakukan. Baiklah… lebih baik Eun Ah membalasnya.
Aku sedang makan malam dengan teman. Ada apa?
Great. Send…
Eun Ah kembali menyimpan handphonenya. Belum sempat mengambil sendoknya, nada dering pesan Eun Ah berbunyi lagi. Seung Hyun menatap Eun Ah, ikut berhenti menyuap makan malamnya. “Nugu?”
“Dari temanku…” jawab Eun Ah. Eun Ah mulai sedikit segan dengan Seung Hyun. Hei… ini memang terkesan tidak sopan kan? Menerima sms/telepon disaat masih menikmati makan malam tidaklah sopan, apalagi didepan teman sekerja. Baik… Ia harus menyelesaikan masalah ini. Ia membaca pesan Ji Yong dan reflek, Eun Ah menggetok dahinya. Eun Ah, kau bodoh, baka, paboo, stupid !!!, rutuk batinnya.
From : ~~Kwon Ji Yong~~
Apa kau sudah menyiapkan sesuatu untuk hari ulang tahun Ha Yi lusa? Aku ingin meminta bantuanmu untuk memberikan kejutan padanya. Aku mohon bantu aku ya~^^
Bagaimana ia bisa lupa akan hari lahir adiknya sendiri. Coba lihat? Seorang Ji Yong yang bukan berstatus kerabatnya ingat akan hal itu. Eun Ah menggigit bibir bawahnya karena kesal dengan dirinya sendiri. Dengan cepat, Eun Ah mengetik sms balasan.
Astaga… Oke. Oke.. Aku tahu tempat yang bagus. Temui aku di komplek pertokoan dekat pusat kota.
Send…
“Seung Hyun-ssi, aku ada urusan penting sekarang. Maaf aku harus pergi. Biar aku yang yang membayar tagihannya. Ah, terimakasih atas makan malamnya, Seung Hyun-ssi.” Kata Eun Ah sambil mengambil mini bagnya dan hendak berdiri.
Belum sempat Seung Hyun menjawab, Eun Ah menunduk –memberi hormat- dan langsung pergi begitu saja. Seung Hyun hanya bisa terdiam dan menghela nafas panjang sambil menatap Eun Ah –setelah membayar tagihan- yang berjalan keluar dari restoran dan menghilang dari pandangannya.

****_J_****

“Ji !!!” suara perempuan memanggil Ji Yong yang sudah menunggu di samping mobil sport miliknya. Setelah menemukan asal suara dari jauh itu, reflek senyumnya mengembang. “Eun Ah…” gumam Ji Yong.
Eun Ah berlari menghampiri Ji Yong dan berhenti didepannya. “Haah…Maaf la-ma nunggu.” Sahutnya terengah-engah. Ji Yong terkekeh melihat gadis imut ini.
“Kenapa tidak minta tolong temanmu untuk diantarkan kesini eoh?” Tanya Ji Yong lalu menepuk pelan punggung Eun Ah yang sedari tadi membungkuk dihadapannya karena kelelahan berlari. “Ah, tarik nafas dulu, Eun Ah.”
Eun Ah menurut. Setelah ia mendapatkan oksigen cukup (?), akhirnya ia bisa membuka suara. “Waktu kamu sms seperti itu, aku terkejut lusa Ha Yi ulang tahun. Aku belum beli apapun untuk kadonya. Makanya aku terburu-buru kesini.”
Ji Yong menganga dan tertawa kecil. “Jadi, kamu lupa ultah adikmu sendiri? Astaga… kkk~ gejala Alzheimer tuh.”
“Mwo?!” mata Eun Ah melotot. “Yak… Aku masih terlalu muda untuk terkena penyakit itu. A-Aku…cuma… tidak membaca kalender.” Kata Eun Ah membela diri.
“Oke, oke.” Ji Yong memilih untuk mengalah saja. “Sorry. Jadi…” Ji Yong menatap mata gadis itu yang membuat Eun Ah gelagapan. Tatapan mempesona yang sedikit menembus pikiran dan hatinya. What?!
 “Jadi…kejutan untuk Ha Yi bagaimana?”
“Ah itu…” Eun Ah berusaha mengalihkan pikirannya. “Pertama beli kado kan? Yang berisi sesuatu yang disukainya.”
Ji Yong tersenyum. Tidak sulit baginya yang sudah lama dekat dengan Ha Yi berpikir apa yang disukai gadis itu. “Rose.”
“And polar bear doll !!” Eun Ah menambahkan. Tapi Eun Ah merasa itu masih belum cukup. “Tapi terkesan biasa kalau hanya itu saja.”
Mereka berdua terdiam sebentar. Tiba-tiba Ji Yong mendapat pencerahan (?) eh, ide maksudnya. “Aku tahu. Biar aku yang urus. Kajja, kita beli dulu kadonya.”
“Eh? Apa itu?” Tanya Eun Ah penasaran. Namun Ji Yong tidak menjawab dan menarik tangan Eun Ah menuju ke sebuah toko untuk membeli kado. Mendadak Eun Ah merasakan sesuatu yang aneh muncul dalam benaknya.
APA INI????!!!



TO BE CONTINUED…………

Tidak ada komentar:

Posting Komentar