Rabu, 31 Juli 2013

[One Shoot] Sickness

Title                       :               Sickness
Cast                       :
-              Han Dong Ae a.ka You
-              Kwon Ji Yong
-              Choi Seung Hyun
-              Sandara Park
Length                  : One shoot
Genre                   : Romance, Hurt (little)
Author                  : Q.B
Disclaimer           : Cerita ini sebagian terinspirasi dari kisah hidup saya, beberapa dari film-film sad ending lainnya. Ide asli dari pikiran dan batin (?) sedangkan tokoh memang milik Tuhan YME. Author saja membuat ini benar-benar dalam perasaan sedih dan kacau. Semoga perasaan saya dapat saya tuangkan dalam FF ini. Don’t plagiarism please…
Happy reading !!

Angin musim gugur berhembus pelan. Daun-daun pun mulai berguguran dari pohonnya. Jatuh… Terhempas entah kemana… lalu terinjak. Ya… sama sepertiku yang baru saja terinjak oleh pemandangan menyakitkan ini. Aku berusaha menarik nafas panjang dan menghembuskannya senyaman mungkin. Aku menguatkan perasaanku yang sedang kacau. Mungkin jarang ada wanita yang sekuat diriku… Mungkin.
Aku berdiri diam ditemani kesepian yang mengusikku. Aku tahu aku tidak sepenuhnya kesepian. Hanya saja, aku memang sulit melampiaskan kesakitanku. Kakiku seolah lumpuh dan mati rasa. Hanya bisa memegang kulit pohon yang tidak rata dengan kasar dan tidak berbuat apa-apa.
Aku harus kuat ! yah… hanya kata-kata ini yang mungkin mampu membentengi ribuan ton air mata yang berdesakan ingin keluar. Tidak ! Aku adalah wanita yang kuat ! Menangis sama sekali bukan diriku. Aku berusaha menghentikan ini, tapi apa daya. Sekuat apapun hati nuraniku mengatakan untuk berbalik, sama sekali tidak mampu menggerakan kakiku.
Dua sejoli sedang bermesraan didepanku. Kwon Ji Yong dan Sandara Park. Aku dengar mereka sudah berpacaran selama setahun ini. Yah… mungkin ini memang tidak penting. Hanya saja kebencian, kesakitan, atau apapun itu seolah-olah menusuk batinku. Aku hanya mampu mengigiti bibir bawahku gemas.
Baik… kau bisa mengatakan aku tukang iri, stalker kurang ajar atau semacamnya. Tapi siapa yang kuat melihat cinta pertamamu bermesraan dengan wanita lain sementara perasaan cinta untuknya masih bertahta di hatimu?
Cinta pertamaku –Kwon Ji Yong- tidak pernah mencintaiku. Ya. Itu sudah jadi kenyataan yang sudah lama. Hanya saja, aku sulit menerimanya. Aku ingat saat aku masih berhubungan dengannya walaupun terlihat seperti pertemanan. Kwon Ji Yong adalah teman semasa SMAku. Aku mencintainya pada pandangan pertama. Saat itu, perkenalan kami biasa-biasa saja. Namun, acapkali dia selalu datang padaku. Bercerita. Bermain. Belajar bersama. Saling menghibur. Pergi bersama. Sampai-sampai, teman-teman terdekatku bergosip kalau aku dan Ji Yong sedang pacaran. Disisi lain, aku senang atas pendapat  itu. Namun kenyataannya, Ji Yong tidak tahu atau memang tidak perduli padaku.
Pernah aku tidak mau bersamanya supaya Ji Yong dapat waktu luang dan melakukan hal yang menyenangkan. Setidaknya ia tidak perlu mendengar gosip berulang-ulang itu di telinganya. Namun, ia tetap saja memaksa ingin denganku. Ji Yong bilang hanya aku yang ada untuknya.
Tentu aku sangat bahagia mendengarnya. Jantungku mendadak berdebar-debar. Tanganku dingin dalam sekejap. Hingga suatu hari, menjelang kelulusan aku menyatakan cintaku padanya karena perasaan ini memang sangat tidak bisa dipendam lagi. Aku terlalu mencintainya, menggilainya,  sampai-sampai tiap malam mimpiku hanya dia saja. Yah… terserahlah. Mungkin kau menganggapku murahan karena wanita dulu yang menyatakan cinta. Tapi aku tidak bisa. Aku hanya ingin jujur terhadap diriku sendiri. Aku hanya perlu mengatakan ini saja. Saat itu, aku sedikit yakin ia akan menerima perasaanku. Aku berdebar-debar menunggu jawabannya.
“Dong Ae…”
“Aku sangat mennyukaimu, Ji. Sejak kelas 1…”Lirihku saat itu. “Saat kamu bersamaku dan saat kau bersikeras hanya bersamaku dan saat… kamu mengatakan hanya aku yang ada untukmu, itu sangat membahagiakanku. Aku tidak bisa berhenti memikirkanmu. Bahkan saat kamu sakit, aku sangat khawatir hingga bolos sekolah hanya untuk menjengukmu. Seharusnya aku tidak perlu berlebihan seperti ini. Tapi, aku benar-benar menyukaimu, Ji…”
Aku terdiam. Dia juga terdiam. Aku memberanikan diri untuk menatap matanya. Terlihat ekspresi seperti keberatan. Ah bukan… apa ia tidak senang padaku? Apa kata-kataku ada yang salah?
“Ji…”
“Dong Ae, maaf.” Ji Yong menggelengkan kepalanya. “Aku hanya menganggapmu sebatas adikku atau sahabat. Tidak lebih dari itu.”
Seketika dadaku sesak dan sakit. Air mata mendadak sudah menggenang di pelupuk mataku. “Wae?”
Ia tidak menjawab. Sekejam itukah padaku?
“Wae? Wae?! Apa aku bukan tipemu? Apa kau menyukai wanita lain?!!” Kataku setengah berteriak. Walaupun begitu, entah siswa yang ada disekitar situ –agak jauh- tidak memperhatikan atau mendengarkan suaraku. Bagus… tetaplah sibuk dengan urusan sendiri.
“Bukan seperti itu. Aku…” Ji Yong menatapku lalu memegang bahuku. “ Aku hanya menganggapmu sebatas itu. Aku harap kamu mengerti. Dong Ae…”
Aku menepis tangannya dari pundakku. Aku benar-benar sakit !
Aku berbalik darinya. Namun, tangan Ji Yong menarik tanganku. “ Dong Ae, kumohon jangan seperti ini. Kita tetap berteman kan?”
Bagus. Usahanya membuat air mataku menetes. Deras. Teman? Dengan perasaan seperti ini? “ Ji, kau kejam! Perasaan ini tidak akan pernah hilang. Kau jahat telah membuatku mencintaimu. Kau jahat terus mendekatiku. Aku pikir kita punya rasa yang sama. Dan kau…”
Aku menatapnya tajam. Aku pikir dengan ini ia tahu seberapa besar sakit hatiku saat dia mengatakan itu. “…Kau pikir setelah ini, aku bisa berteman denganmu?! Kau kejam, Ji !”
Aku menarik tanganku cepat. Lalu berlari meninggalkan dia. Aku menangis terisak-isak. 3 hari aku mengurung diriku di kamar. Menangis sepuasku. Aku berharap air mata ini dapat menghapus semua kenangan manis bersama Ji Yong. Tidak hanya itu. Semua hal tentang Kwon Ji Yong.
Yah… itulah yang terjadi 4 tahun lalu. Sekarang, masing-masing menjalani hidupnya masing-masing. Aku berpikir alangkah senangnya aku tidak lagi bertemu dengannya. Namun aku salah. Sekarang, didepanku, aku melihatnya lagi. Berbahagia dengan wanita yang sekampus denganku. Sebagian dari batinku mengatakan semoga Ji Yong berbahagia dengan Sandara Park. Namun, sebagian diriku merutuknya. Entah dia buta siapa yang paling tulus menyayangi. Cukup. Aku ingin semua kesakitan yang berlalu tidak menghantuiku lagi.
Tiba-tiba lamunanku buyar karena seseorang menepuk bahuku. Ah… iya. Dia adalah masa depanku.
“Seung Hyun oppa…”
“Kau kemana saja, chagi? Aku meneleponmu tapi kau tidak mengangkat. Ternyata kau disini.” Katanya sambil tersenyum padaku.
Aku terbelalak. Lalu cepat-cepat aku mengambil handphone di kantung celanaku. Kau bodoh, Dong Ae!!!
“M-mianhae, oppa. Aku tidak tahu…”
“Sssst …. Gwencanayo, chagi. Ah, ini untukmu.” Dia memberikan sebuket bunga mawar. Aku menerimanya dan tersenyum.
“Chagi, kau kenapa? Matamu… kau menangis?” kata Seung Hyun khawatir. Dia mengambil sapu tangannya lalu mengusap air mataku dari wajahku.
“Ah… gwencana, oppa.” Aku ikut mengusap airmataku. Spontan, aku memeluknya. Tidak sengaja tanganku melepas buket bunga mawar kesukaanku yang kuterima darinya.
Aku memeluknya erat. Aku bisa merasakan Seung Hyun memelukku balik dan mencium dahiku.
“Saranghae, oppa” kataku sambil terisak-isak.
“Nado, chagi.” Katanya lembut. “Jangan menangis, chagi. Ayo kita pergi. Aku mau ke rumah orangtuamu.”
Aku terkejut. Mendadak aku melepas pelukannya. “Mwo?”
Dia tersenyum nakal. Ia mendekatkan wajah maskulinnya ke wajahku. “Aku akan melamarmu, chagi.” Detik berikutnya, aku merasakan kehangatan mengalir ke sekujur tubuhku. Ia menciumku.
Kesedihan dan kesakitan yang memenuhi hatiku seketika hilang karena keromantisannya. Ya. Aku yakin dia bisa menghapus rasa cintaku pada cinta pertamaku lalu mendapatkan kebahagiaan yang sepantasnya darinya. Aku berusaha meyakinkan diriku bahwa Choi Seung Hyun lah satu-satunya yang ada di hatiku. Selamanya.
“Terimakasih, oppa.”

-END-

Selasa, 09 Juli 2013

HOPE (part 1)

Cast                : - Lee Eun Ah
                         - Lee Ha Yi
      - Choi Seung Hyun
                         - Kwon Ji Yong
Genre              : Romance
Author            : QB
Disclaimer      : Halo, readers. Tengkyu banget udah mau niat membaca fanfic saya. Ide cerita sebagian dari hasil pikiran saya dan sebagian lagi terinspirasi dari novel yang baru author beli (novel latar Jepang pula-_-) . Mungkin ini adalah FF pertama kali saya yang bisa selesai dari sekian FF yang mengalami kegagalan (?). Sebenarnya saya sangat ingin menyelesaikannya hanya saja saya mengidap “Tabestry syndrome”. Kesal banget !! Oke. Daripada banyak curcol gaje, langsung saja kita ke T~K~P~~ !!
Happy reading !!!!! XD


“Ha Yi, lihat kesana…”
Sang model belia mengikuti arahan fotographer –saudarinya sendiri- itu. Ia berpose sangat bagus dan terlihat bisa menyatu dengan lingkungan background-nya. Sebenarnya ia baru berkecimpung di dunia modeling khususnya untuk pemotretan, tapi ia cepat belajar hingga bisa menjadi professional.
Ia juga harus merasa bersyukur karena dianugerahi wajah yang manis dan tubuh yang mungil tapi proposional. Lihat saja… sudah banyak majalah remaja yang menginginkan Lee Ha Yi menjadi covernya. Kalau dia bisa lebih serius menekuni bidang ini, sangat berpeluang besar menjadi model majalah belia paling terkenal di Seoul. Tapi ia lebih memilih meluangkan waktu untuk bersekolah dulu. Jadi, ia bisa mengambil waktu senggang untuk modeling. Untungnya pihak redaksi majalah –yang memilihnya menjadi cover majalah selama 5 tahun kedepan- tidak mempermasalahkannya bahkan pihak majalah memberi kebebasan Ha Yi kapan ia mau asal harus ikuti aturan penerbitannya (haaah muluk gaje yah-___-).
“Sudah selesai, Ha Yi. Kamu bekerja dengan baik.” Kata fotographer setelah memotret pose adiknya yang terakhir. Dengan senyuman yang manis, Ha Yi berjalan menghampiri kakaknya dan hendak melihat hasil pemotretannya. “Gimana, Eun Ah?”
Walaupun kakak-beradik, mereka sangat akrab dan saling menyayangi. Walaupun jarak umur antara mereka hanya 2 tahun, mereka tidak butuh aturan yang menekankan kalau mereka adalah kakak beradik. Lee Ha Yi tidak harus memanggil Lee Eun Ah dengan sebutan ‘Oennie’ ataupun Lee Eun Ah memanggil Lee Ha Yi dengan ‘Dongsaeng’.
“Bagus-bagus kok. Sudah bisa langsung dikirimkan ke redaksi majalah.” Kata Eun Ah sambil mengacak nakal rambut adik kesayangannya.
“Eun Ah, jangan. Kau telah mengacak rambut model terimut di Seoul !” ujar Ha Yi dengan sok pedenya.
“Hahaha… Sudah lapar?” Tanya Eun Ah.
Ha Yi mengangguk dengan senyumnya –selalu saja imut-. Ha Yi langsung menarik tangan kakaknya dan berlari. Eun Ah –yang enggan berlari- hanya bisa memutar mata dan ikut berlari. Namun beberapa saat, Ha Yi mendadak berhenti. Eun Ah tidak sempat menghentikan laju larinya. Alhasil, ia menabrak punggung adiknya.
“Aduh… Ha Yi, kenap…”
“Ji Yong oppa…” lirih Ha Yi saat melihat laki-laki bertubuh jakung sudah ada didepannya. Pipinya yang agak tembem mendadak memerah. Eun Ah bisa merasakan tangan Ha Yi mendadak dingin. Sedingin es kutub utara !
“Wah… Ha Yi, Eun Ah. Kalian disini. Kau terlihat manis sekali, Ha Yi. Habis melakukan pemotretan majalah ya?” Tanya Ji Yong.
“Ehem…” gumam Ha Yi mengiyakan. Entah kenapa kata-kata yang ada di otaknya mendadak hilang sehingga Ha Yi kesulitan untuk berbicara banyak didepannya. Perasaan yang konyol dinamai Ha Yi ‘asem manis’ langsung menyesak dadanya. Jujur, melihat Ji Yong setampan ini membuatnya sesak napas.
“Aku mau mengajaknya makan siang. Kamu ikut?” ajak Eun Ah menyadari sepertinya Ha Yi tidak mau berbicara lagi.
“Hmm… mau. Aku yang akan traktir. Lagipula aku juga habis bernyanyi untuk acara TV.” jawab Ji Yong. Astaga… apa orang ini mau berlagak?, batin Eun Ah sambil tersenyum kecut.
Kwon Ji Yong adalah sahabat masa kecil Eun Ah dan Ha Yi. Ia memang paling tampan untuk laki-laki umur 19-an di kampusnya. Karena ‘keanugerahan’-nya itu, Ji Yong digilai semua cewek di Kyung-Hee university. Namun, ia seolah-olah tidak memperdulikan masalah percintaannya, jadi ia masih belum menerima siapapun di hatinya. Apalagi sekarang ia memiliki kesibukan untuk menjadi penyanyi sekaligus rapper –setidaknya belum meraih kepopuleran sepenuhnya di seluruh kota Seoul hahahaha- (apa dah-__-).
Mereka pun berjalan bersama-sama menuju kafe. Sepanjang perjalanan, Ha Yi sibuk memandangi pesona Ji Yong. Yang anehnya, Ji Yong gak merasa dia sedang diamati. Eun Ah yang berjalan disamping Ha Yi menghembuskan nafas panjang melihat kelakuan aneh adiknya dan terus berjalan dengan santai.



-WHITE SOUL CAFÉ-
Setibanya di kafe, mereka mencari kursi. Mereka pun memilih duduk di meja yang terdapat 4 kursi. Ha Yi pun dengan cepat segera duduk disamping Ji Yong. Maid yang bekerja di kafe itupun datang menawarkan menu kepada mereka.
“Kamu mau yang mana, Ji Yong oppa?” Tanya  Ha Yi. Kepala Ha Yi mendekat ke arah Ji Yong.
Ha Yi, jaga sikapmu dong. Kau terlihat seperti… heeeeh, batin Eun Ah mengeluh.
“Aku mau 1 Ddeokpokki –snack kue beras dengan saus pedas manis khas dan potongan kue ikan-  dan Jus jeruk.” Pesan Eun Ah sambil menyerahkan daftar menu kepada maid.
“1 Vanilla latte dan 1 Yukgaejang -sup pedas berisi daging sapi, jamur dan soemyoen yang dimasak dengan kaldu sapi-”  pesan Ji Yong masih melihat daftar menu sebentar lalu menyerahkannya pada maid.
Ha Yi mendengar menu pesanan yang diinginkan Ji Yong. Tanpa membaca daftar menu, ia langsung membuka suara. “Aku mau yang dipesan Ji Yong oppa tadi.” Pesan Ha Yi mantap.
Eun Ah dan Ji Yong tercekat. Setahu mereka, Ha Yi sangat membenci makanan yang pedas walaupun makanan itu hanya diberi 1 cabe kecil saja. Sedikit saja makanan pedas memasuki mulutnya, sesuatu yang buruk di perutnya akan terjadi.
Maid mengulang menu yang mereka pesan dan segera berlalu meninggalkan mereka.
“Yak… Ha Yi, kau tidak tahu? itu makanan pedas.” Kata Eun Ah khawatir.
“Kau yakin? Perutmu tidak apa-apa?” Tanya Ji Yong ikut khawatir. “seharusnya kau pesan lain saja. Aku panggil panggilkan Maid ya. ”
“Gwencana, Eun Ah, Ji Yong oppa. Aku ingin coba makanan itu.” Tepis Ha Yi. Kalau nada bicara Ha Yi seperti itu, Eun Ah tidak berani berkomentar. Ji Yong pun hanya mendengus nafas panjang. Maklum karena ia anak bungsu, ia akan marah besar kalau permintaannya dihalangi.


-Eun Ah and Ha Yi’s House-
Matahari senja mulai memamerkan keindahannya. Memaksakan cahaya jingganya masuk ke rumah mereka yang sederhana. Namun, sayangnya mereka sama sekali tidak meresponnya.
“Ha Yi, gwencanayo??” Tanya Eun Ah khawatir.
Sudah 1 jam Ha Yi di kamar mandi dan tidak juga keluar. Eun Ah khawatir terjadi sesuatu padanya. Ia baru saja menyadari penyebabnya.
“Ah~…Aku kan sudah bilang jangan makan makanan pedas. Lihat akibatnya kan? Aku akan bilang ke Ji Yong ya biar dibeliin obat. Ok?” Ejek Eun Ah sambil menahan ketawa.
Bukannya mendapatkan jawaban Ha Yi malah suara deburan dari WC yang keras seolah-olah mengatakan ‘diamlah! Aku tau kau mengejekku’.
“Ha Yi~?? Hmm… Baiklah. Aku anggap itu iya.” Eun Ah mulai beranjak dari depan pintu kamar mandi.
“Eun Ah!” pekik Ha Yi sambil membuka pintu kamar mandi “Jangan !!”
Eun Ah tertawa kecil. “Sudah baikan?”
Ha Yi menggeleng. Ia keluar dari kamar mandi sambil memegang perutnya yang masih mulas. Ia mulai sedikit menyesal karena makan makanan pedas tapi mau bagaimana lagi ia benar-benar spontan mengatakannya apalagi ia juga mau menarik perhatian Ji Yong.
“Ya sudah. Aku ambilkan obat perut ya?” kata Eun Ah sambil hendak pergi meninggalkannya. Namun, tangan Ha Yi memegang tangan Eun Ah sehingga ia harus memutar badan menghadap adiknya. “Wae?”
“Janji jangan bilang pada Ji Yong ya.” Gumam Ha Yi malu-malu tanpa memandang kakaknya. Arra, Arrasso~, lagian bukan kewajibanku melaporkan ini padanya, Eun Ah membatin. Ia tersenyum lalu mengacak rambut Ha Yi. Senyum Ha Yi mengembang karena ia tahu sepertinya kakaknya sudah berjanji tidak akan mengatakannya.
Setelah mengambilkan obat untuk Ha Yi, Eun Ah siap-siap berangkat menuju kantor redaksi sekolah. Ia menghela nafas sejenak sambil memeriksa foto-foto yang sudah diselesaikannya. Apalagi mengingat jarak antara rumah dan kantor yang terbilang memang jauh. Tiba-tiba, lamunannya seketika hilang saat handphonenya berdering. Ia melihat nama yang terpampang di layar HP-nya. Ia menghela nafas lebih panjang lalu menjawabnya, “Yobboseo…”
“Kau ada waktu nanti malam?” suara berat dari seberang membuat tensi Eun Ah sedikit naik. “Memangnya ada apa?” Tanya Eun Ah. “Aku ingin berbicara denganmu sambil makan malam.” Jawab suara itu.
Seperti biasa kau mengajakku makan malam, Eun Ah mendesah. “Mianhae, aku sibuk. Aku harus menyerahkan hasil pekerjaanku ke redaksi majalah sekarang.”
“Hei, aku juga sama sepertimu dan bekerja ditempat yang sama. Kita rekan kerja. Jangan membohongiku. Aku akan menjemputmu sekarang. Tunggu.” Kata suara berat itu santai. Eun Ah terkejut dan klik
Eun Ah menatap HPnya nanar. Seenaknya ia mematikan teleponnya dan menyuruh Eun Ah menunggu. Memangnya dia siapa?,umpat Eun Ah dalam hati. Tapi, betul juga. Daripada Eun Ah harus merogoh dompetnya untuk ongkos taksi, ia bisa mendapat tumpangan gratis dari teman kerjanya.
10 menit kemudian, suara klakson mobil terdengar. Eun Ah keluar dari rumah. Pintu mobil terbuka dan laki-laki itu keluar lalu berdiri –menurut Eun Ah, sok keren- disamping mobil yang memang mewah.
Eun Ah tersenyum –agak terpaksa- kepada pria itu. Namun, tanpa mengucap sepatah kata, Eun Ah berjalan melewati pria itu lalu membuka pintu mobil dan duduk disamping kursi supir. Pria itu hanya mendengus panjang lalu masuk ke dalam mobil pribadinya.
“Aku juga mau mengantar foto ke redaksi majalah.” Kata pria itu kepada Eun Ah. Berharap Eun Ah memberinya reaksi yang diharapkannya. Namun, sayang, Eun Ah masih tidak berbicara dan hanya tersenyum –lebih terpaksa-.
“Kau kenapa? Tidak senang aku menjemputmu?” tanyanya penasaran. Dari awal berkenalan dengan Eun Ah, dia selalu bersikap dingin terhadapnya.
“Kamu gak liat aku tersenyum? Seperti ini, Choi Seung Hyun?” kata Eun Ah sambil memberikan senyum termanisnya –berusaha ikhlas- dan kembali menatap kedepan. Seung Hyun hanya bisa diam –nyaris nyengir juga- dan menghidupkan mobilnya lalu pergi.
****_J_****
Bintang-bintang menghiasi langit yang kelam. Bulan pun tak mau kalah dari bintang-bintang. Sehingga, langit malam terlihat semakin indah dan tidak mengisyaratkan akan hujan. Yah… Itu yang diharapkan Seung Hyun. Tidak terjadi hujan di restoran favorit Eun Ah –berlokasi dekat dengan sungai Han-. Ia masih ingin menghabiskan sedikit malamnya bersama gadis yang memukau hatinya, Eun Ah. Gadis yang dikenalnya sebagai rekan kerja selama setahun itu. Namun, sayang, Eun Ah tidak menyadari akan hal itu. Bisa mengobrol 15 menit saja sudah sulit karena Eun Ah selalu cuek bebek terhadapnya.
Ia pun terkadang menyesali dirinya yang bisa menyukai gadis seperti ini. Jujur, ia yang berasal dari keluarga beradab dan berparas tampan, tentu banyak gadis-gadis yang lebih baik yang menaruh hati padanya. Namun sayang, dipikirannya dan dihatinya hanya ada nama gadis itu. Disaat itu ia sudah menyadari, ia menyukai Eun Ah.
“Eun Ah…” panggil Seung Hyun pada gadis itu pelan.
“Hmm?” gumam Eun Ah masih menikmati makan malam -beef steak with Vietnamase sauce- kesukaannya.
Mendadak, Seung Hyun kehilangan kata-kata. Ia ingin sekali mengajak Eun Ah mengobrol tapi ia bingung harus berkata apa. Ia tak mau mengambil resiko kalau Eun Ah marah padanya dan tidak mau makan malam lagi bersamanya –karena cuma itu kesempatannya bertemu Eun Ah-
Sekarang ia ingin tahu apakah ada pria yang mengisi hati Eun Ah. Astaga, ia harus bertanya bagaimana. Ya sudah… kalau tidak mampu bertanya itu, lebih baik dia mengobrol santai dengan Eun Ah daripada terkesan kaku.
“Kenapa gak dimakan supmu?” Tanya Eun Ah yang berhasil membuyarkan lamunan Seung Hyun. “Hm… Kamu melamun lagi.” Ia tersenyum.
Seung Hyun mulai gelagapan melihat senyum Eun Ah. Baiklah… kalau begini terus, ia bisa berpikir lebih baik tetap melamun atau menyebalkan hanya untuk melihat senyumnya. “Besok mau memotret lagi?” spontan Seung Hyun bertanya.
“Iya. Direktur memintaku memotret modelku dengan tema yang berbeda dan harus diserahkan secepatnya.” Kata Eun Ah panjang lebar. “Bagaimana denganmu?”
“Aku tidak memotret lagi untuk sementara waktu.” Jawab Seung Hyun.
“Waeyo?” Eun Ah menatap Seung Hyun.
Tentu saja menghabiskan waktu untuk lebih banyak bertemu denganmu,batin Seung Hyun. “Ehmm… aku mau konsentrasi ke kuliah dulu.”
“Hmm…” gumam Eun Ah mengerti. Setidaknya Seung Hyun bersyukur karena kebetulan jurusannya dengan Eun Ah sama. Jadi ia bisa satu ruangan dengannya.
You’ve got a message. You’ve got a message~
Nada pesan dari ponsel Eun Ah berbunyi. Eun Ah menghentikan suapannya lalu mengambil handphone miliknya didalam mini bagnya.
From : ~~Kwon Ji Yong~~
Eun Ah, kamu dimana? Apakah kamu sibuk sekarang??
Eun Ah menatap Seung Hyun sebentar. Berpikir apa yang seharusnya Eun Ah lakukan. Baiklah… lebih baik Eun Ah membalasnya.
Aku sedang makan malam dengan teman. Ada apa?
Great. Send…
Eun Ah kembali menyimpan handphonenya. Belum sempat mengambil sendoknya, nada dering pesan Eun Ah berbunyi lagi. Seung Hyun menatap Eun Ah, ikut berhenti menyuap makan malamnya. “Nugu?”
“Dari temanku…” jawab Eun Ah. Eun Ah mulai sedikit segan dengan Seung Hyun. Hei… ini memang terkesan tidak sopan kan? Menerima sms/telepon disaat masih menikmati makan malam tidaklah sopan, apalagi didepan teman sekerja. Baik… Ia harus menyelesaikan masalah ini. Ia membaca pesan Ji Yong dan reflek, Eun Ah menggetok dahinya. Eun Ah, kau bodoh, baka, paboo, stupid !!!, rutuk batinnya.
From : ~~Kwon Ji Yong~~
Apa kau sudah menyiapkan sesuatu untuk hari ulang tahun Ha Yi lusa? Aku ingin meminta bantuanmu untuk memberikan kejutan padanya. Aku mohon bantu aku ya~^^
Bagaimana ia bisa lupa akan hari lahir adiknya sendiri. Coba lihat? Seorang Ji Yong yang bukan berstatus kerabatnya ingat akan hal itu. Eun Ah menggigit bibir bawahnya karena kesal dengan dirinya sendiri. Dengan cepat, Eun Ah mengetik sms balasan.
Astaga… Oke. Oke.. Aku tahu tempat yang bagus. Temui aku di komplek pertokoan dekat pusat kota.
Send…
“Seung Hyun-ssi, aku ada urusan penting sekarang. Maaf aku harus pergi. Biar aku yang yang membayar tagihannya. Ah, terimakasih atas makan malamnya, Seung Hyun-ssi.” Kata Eun Ah sambil mengambil mini bagnya dan hendak berdiri.
Belum sempat Seung Hyun menjawab, Eun Ah menunduk –memberi hormat- dan langsung pergi begitu saja. Seung Hyun hanya bisa terdiam dan menghela nafas panjang sambil menatap Eun Ah –setelah membayar tagihan- yang berjalan keluar dari restoran dan menghilang dari pandangannya.

****_J_****

“Ji !!!” suara perempuan memanggil Ji Yong yang sudah menunggu di samping mobil sport miliknya. Setelah menemukan asal suara dari jauh itu, reflek senyumnya mengembang. “Eun Ah…” gumam Ji Yong.
Eun Ah berlari menghampiri Ji Yong dan berhenti didepannya. “Haah…Maaf la-ma nunggu.” Sahutnya terengah-engah. Ji Yong terkekeh melihat gadis imut ini.
“Kenapa tidak minta tolong temanmu untuk diantarkan kesini eoh?” Tanya Ji Yong lalu menepuk pelan punggung Eun Ah yang sedari tadi membungkuk dihadapannya karena kelelahan berlari. “Ah, tarik nafas dulu, Eun Ah.”
Eun Ah menurut. Setelah ia mendapatkan oksigen cukup (?), akhirnya ia bisa membuka suara. “Waktu kamu sms seperti itu, aku terkejut lusa Ha Yi ulang tahun. Aku belum beli apapun untuk kadonya. Makanya aku terburu-buru kesini.”
Ji Yong menganga dan tertawa kecil. “Jadi, kamu lupa ultah adikmu sendiri? Astaga… kkk~ gejala Alzheimer tuh.”
“Mwo?!” mata Eun Ah melotot. “Yak… Aku masih terlalu muda untuk terkena penyakit itu. A-Aku…cuma… tidak membaca kalender.” Kata Eun Ah membela diri.
“Oke, oke.” Ji Yong memilih untuk mengalah saja. “Sorry. Jadi…” Ji Yong menatap mata gadis itu yang membuat Eun Ah gelagapan. Tatapan mempesona yang sedikit menembus pikiran dan hatinya. What?!
 “Jadi…kejutan untuk Ha Yi bagaimana?”
“Ah itu…” Eun Ah berusaha mengalihkan pikirannya. “Pertama beli kado kan? Yang berisi sesuatu yang disukainya.”
Ji Yong tersenyum. Tidak sulit baginya yang sudah lama dekat dengan Ha Yi berpikir apa yang disukai gadis itu. “Rose.”
“And polar bear doll !!” Eun Ah menambahkan. Tapi Eun Ah merasa itu masih belum cukup. “Tapi terkesan biasa kalau hanya itu saja.”
Mereka berdua terdiam sebentar. Tiba-tiba Ji Yong mendapat pencerahan (?) eh, ide maksudnya. “Aku tahu. Biar aku yang urus. Kajja, kita beli dulu kadonya.”
“Eh? Apa itu?” Tanya Eun Ah penasaran. Namun Ji Yong tidak menjawab dan menarik tangan Eun Ah menuju ke sebuah toko untuk membeli kado. Mendadak Eun Ah merasakan sesuatu yang aneh muncul dalam benaknya.
APA INI????!!!



TO BE CONTINUED…………

Senin, 01 Juli 2013

I'm Sorry (One Shoot/Flash Fiction)

Title                : I’m Sorry
Cast                : - Baek Su Yeon
     - Choi Seung Hyun
                        - Choi Hye Yoon (Choi Seung Hyun’s sister)
Genre              : Sad Romance
Length             : Flash Fiction (1.117 words)
Author            : Q.B
Disclaimer      : Halo, readers. Tengkyu banget udah mau niat membaca fanfic saya. Ide cerita sebagian dari hasil pikiran saya dan sebagian lagi terinspirasi dari novel yang baru author beli (novel latar Jepang pula-___-) . Mungkin ini adalah FF pertama kali saya yang bisa selesai dari sekian FF yang mengalami kegagalan (?). Sebenarnya saya sangat ingin menyelesaikannya hanya saja saya mengidap “Tabestry syndrome”. Kesal banget !! Oke. Daripada banyak curcol gaje, langsung saja kita ke T~K~P~~ !!
Udara malam semakin dingin. Langitpun terlihat begitu polos. Gelap. Tidak ditemani bintang-bintang atau bulan yang biasa aku sukai. Sambil menghela nafas panjang, aku membuka pintu rumahku pelan. Penat dan pikiran kusut karena aktivitas yang kujalani sehari penuh menyesak tubuhku.
Muphy -anjing betina piaraanku- menyambutku dengan suara guk-nya yang sangat imut dan ekornya yang digoyangkan. Aku tersenyum melihat kebiasaan lucunya. Selalu membuatku terhibur.
“Merindukanku ya?” aku mengusap kepala anjingku.
Aku merebahkan tubuhku di tempat tidurku. Perasaanku sedikit baikan karena sudah membersihkan diriku dan menikmati alat aroma terapi yang sudah kunyalakan. Belum sempat aku masuk dalam dunia mimpi, handphoneku berdering.
Astaga… ini sudah jam berapa,batinku sambil membuka mini bag untuk mengambil handphoneku.
“Yoboseo…” sahutku lemah. Jujur, aku benar-benar lelah lahir batin(?). Jika ada orang yang salah sambung, mungkin aku spontan mengumpatnya.
“Chagi-ah, ini aku.” Sahut suara berat itu dari seberang. Ah… iya. Aku pun baru ingat aku punya namjachingu.
“Ada apa, Seung Hyun oppa?” tanyaku datar.
“Kau dimana sekarang? Aku sudah menunggumu di depan restoran favoritmu. Aku merindukanmu, Su Yeon-ah. Aku ingin bertemu denganmu.” Kata Seung Hyun yang terdengar sedikit memelas.
Mataku melirik ke arah jam dinding. Jam 23.30. Pantas saja pikiranku terus merutuk minta tidur. Baiklah…
“Mianhae, oppa. Aku lelah sekali hari ini. Seharian ini aku sangat sibuk menyelesaikan proyek galeriku. Datenya diundur ya~” jawabku sebisa mungkin untuk bersuara lembut. Aku tidak ingin kekacauan yang terjadi di otakku merusak nada bicaraku untuk kekasihku. Yah… Inilah cinta.
Aku mendengar hembusan nafas dari Seung Hyun. “Sudah 3 minggu kita tidak bertemu dan kau masih sibuk dengan proyekmu? Ayolah… aku juga sibuk tapi aku selalu meluangkan waktu untukmu. Hanya malam ini saja, Su Yeon-ah. Kalau lelah, aku bisa menjemputmu sekarang.”
Aku ingin menjawab namun otakku seperti kehabisan alasan. “Chagi-ah, mianhae. Aku tidak bisa malam ini. Bagaimana jika besok? Aku traktir makanan kesukaanmu sebagai gantinya. Oke?”
“Chagi-ah…” suara Seung Hyun terdengar sangat memelas. Aku benar-benar tidak tahan. Jariku reflek memencet tombol disconnected. Mematikan handphoneku dan meletakannya meja disamping tempat tidurku. Dengan cepat, aku sudah tertidur lelap.

Su Yeon, aku merindukanmu…
Aku ingin kau mengetahui seberapa sering aku memikirkanmu. Seberapa besar aku ingin selalu ada di sisimu…
Karena aku mencintaimu…
Sayangnya, aku tidak bisa mengatakannya. Kejadian ini telah terjadi… Bukan… Ini takdir. Maafkan aku, Su Yeon…
Baek Su Yeon…
Aku benar-benar minta maaf…
Maafkan aku…

“SEUNG HYUN OPPA !”pekikku tiba-tiba. Aku terbangun. Ahh... kepalaku berdenyut. Sakit sekali. Aku berusaha memfokuskan pikiranku dan membuka mataku. Cahaya matahari pagi sudah menghiasi jendelaku beserta kicauan merdu burung-burung kecil. Tapi, semua keindahan itu belum bisa membuatku fokus. Ada apa ini? Kenapa perasaanku sesak sekali? Sepertinya aku bermimpi buruk. Ah… aku benar-benar tidak bisa mengingat mimpi itu. Tanpa sadar, air mata menetes dari mataku. Astaga… kenapa aku menangis?
Ting tong…
Bel pintu rumahku berbunyi. Aku mengusap air mataku. Cepat-cepat aku menyingkapkan selimut dan berlari menghampiri pintu.
Aku membuka pintu dan aku melihat pria berpakaian serba putih didepanku. Aku mengenal wajahnya yang kucintai.
“Seung Hyun oppa…” lirihku. Aku tak menyangka dia datang pagi-pagi dan berpenampilan keren begini. Wajahnya terlihat lebih bersinar. Tampan.
Mungkin efek sinar matahari. Kau berlebihan, Su Yeon, aku merutuk diriku sendiri yang mulai melamun karena pesona kekasihku.
“Oppa, masuklah. Maaf aku berantakan begini.” Kataku tidak enak. Ia menatapku lembut dan tersenyum. Lalu, ia masuk ke dalam dan duduk di sofa. Aku berjalan hendak menyalakan TV yang berada didepan sofa yang diduduki Seung Hyun. Berharap ia tidak bosan menungguku.
“Oppa, sebentar ya. Aku mau beres-beres. Oh iya, Seung Hyun oppa mau minum apa?” kataku kepadanya. Baru kali ini aku merasa salah tingkah.
Ia hanya menggeleng, membalas tawaranku dengan tersenyum. Baiklah. Aku harus segera berberes. Anjingku bangun –tertidur di sofa sebelahnya- karena suaraku tadi lalu berjalan masuk ke kamarku tanpa reaksi apapun. Aneh. Biasanya ia selalu menyambut siapapun yang datang, termasuk Seung Hyun.
Tak lama kemudian, aku keluar dari kamar setelah selesai berganti baju. Seung Hyun masih duduk di sofa sambil menonton TV yang kunyalakan tadi. Aku pun berjalan menghampirinya dan duduk disebelahnya. Ia menyadari aku mendekat dan menatapku , tersenyum lembut.
Aku mulai merasa tidak terbiasa. Setahuku, dari perkenalan hingga jadian, aku belum pernah melihat senyum yang semanis itu. Maksudku, ia sangat mempesona dan bercahaya sekarang.
“Oppa, maafkan aku gak bisa datang malam itu. Kamu gak marah kan?” kataku sambil menyandarkan kepalaku ke bahunya. Seung Hyun tidak menjawabku namun tangannya bergerak menggenggam tanganku lembut. Yah…ini perlakuan romantis yang sering ia lakukan padaku setiap kali bertemu. Aku bisa merasakan ia mencium keningku sekarang.
“Terimakasih, oppa. Aku mencintaimu.” Kataku mesra sambil menatap lekat padanya. Aku bisa merasakan perasaan Seung Hyun. Perasaan cintanya yang dalam padaku. Tatapan matanya –yang bagiku- sangat spesial. Senyum paling indah yang pernah kulihat. Ini benar-benar pagi yang sangat indah. Ia datang ke rumahku dan bersikap sangat romantis padaku. Hatiku mulai menyesal kenapa aku menolak ajakannya malam itu.
Ting tong…
Aku mendengar bel pintu berbunyi. “Oppa, sebentar ya.” Kataku masih menggenggam tangannya. Ia mengangguk. Tersirat ada perasaan sedih pada matanya. . Astaga… tatapan itu membuatku tidak tega.
“Sebentar aja kok.” Kataku lembut.Aku ingin memastikan padanya aku akan segera kembali. Ia menunduk dan melepaskan genggaman tangannya dari tanganku. Aku langsung berdiri dan berjalan cepat menghampiri pintu. Aku terkejut.
“Hye Yoon oennie…” gumamku. Aku tidak menyangka kakak perempuannya kekasihku datang sepagi ini.
Hye Yoon terlihat sangat sedih. Tiba-tiba, ia memelukku dan menangis.
“Oennie, uljima~ gwencanayo??” tanyaku iba.
“Su Yeon…” ia terisak. “Seung Hyun… Seung Hyun…”
Aku melepas pelukan dan menatap Hye Yoon heran. “Wae? Ia sedang duduk di sofa dan menonton TV disini sekarang.”
“Apa maksudmu? Ia baru saja mengalami kecelakaan dan meninggal di tempat. Ia di rumah sakit sekarang.” Kata Hye Yoon berusaha menahan kepiluan hatinya.
Aku terdiam. Tidak! Tidak mungkin!
Aku langsung berbalik meninggalkan Hye Yoon dan berlari menuju ruangan itu. Aku terkejut dan jatuh lemas. Seung Hyun tidak ada. Lalu… Jika Hye Yoon tidak bohong, lantas siapa tadi? Aku yakin itu dia. Wajah dan senyum yang sangat aku cintai. Yang baru saja mengecup keningku. Air mataku menggenang dan aku menangis keras…
”Seung Hyun !!”


-THE END-

Akhirnya !!!!!
Heuh… gimana? Feelnya kurang dapet ya? Terlalu singkat? Hehehe
Maklum belum pintar-pintar amat bikin beginian. Aku akan banyak belajar dan berharap bisa bikin lagi yang menggoncang (?) emosi.
Mohon kritikan dan komentarnyaaaa~~~^^*bow*